Unlicensed gold mining activities PETI using mercury Hg as a gold element binder is called the amalgamation process. Mercury is a heavy metal toxic. The use of mercury can potentially cause pollution in environment, especially the aquatic environment. For overcoming the heavy metals mercury in liquid waste, it needs an alternative wastewater treatment method called chemical precipitation. This study is aimed to recover Hg2+ ions from liquid wastes by using sulphide precipitation and hydroxide methods. This research studied the effect of pH on Hg ions which is deposited in the precipitation process and found out the rate of Hg precipitation formation. Precipitation was done by using sodium sulphide Na2S M and CaOH2 M as a precipitation agent with rapid mixing speed for about 200 rpm for 3 minutes and continued with slow mixing for about 40 rpm for 30 minutes. Then, just let the liquid sample be for 24 hours to precipate the precipitate formed. The results show that precipitation method by using a Na2S solution can decrease the content of Hg in HgCl2 synthetic waste. An optimum mass of HgS precipitate of 0,0458 g was achieved pH 9 for 200 mL of wastewater liquid with a removal efficiency percentage up to The concentration of mercury can be derived from 130 ppm to ppm. The rate of formation of HgS precipitate was obtained hour. While, hydroxide precipitation method can decrease mercury level up to 90,11% at pH 12 and mass of Hg OH2 precipitate obtained is 0,2784 g. However, the result of EDX analysis of the precipitate of Hg OH2 shows that the content of Hg precipitate is just Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free DOI Copyright © 2018 THE AUTHORS. This article is distributed under a Creartive Commons Attribution-ShareAlike International license. e-ISSN 2549-1490 p-ISSN 1978-287X JURNAL REKAYASA PROSES Research article / Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 Journal homepage Recovery Ion Hg2+ dari Limbah Cair Industri Penambangan Emas Rakyat dengan Metode Presipitasi Sulfida dan Hidroksida Ilma Fadlilah*, Agus Prasetya* dan Panut Mulyono Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta, 55281 *Alamat korespondensi aguspras Submisi 2 April 2018; Revisi 14 Mei 2018; Penerimaan 18 Mei 2018 A B S T R A C T Unlicensed gold mining activities using mercury Hg as a gold element binder is called the amalgamation process. Mercury is a heavy metal and categorized as toxic material. The use of mercury can potentially cause a pollution in environment, especially the aquatic system. For overcoming the heavy metals of mercury in liquid waste, it needs an alternative wastewater treatment method chemical precipitation. This study is aimed to recover Hg2+ ions from liquid wastes by using sulphide precipitation and hydroxide methods. This research studied the effect of pH on Hg2+ ions which is deposited in the precipitation process and evaluated the rate of Hg2+ precipitation formation. Precipitation was carried out by using sodium sulphide Na2S M and CaOH2 M as a precipitation agent with a rapid mixing speed for about 200 rpm for 3 minutes and continued with slow mixing for about 40 rpm for 30 minutes. Then, the liquid sample was left for 24 hours to precipitate. The results showed that precipitation method by using Na2S solution can decrease the content of Hg in HgCl2 synthetic waste. Optimum mass of HgS precipitate of g was achieved at pH 9 with a removal efficiency percentage up to The rate of formation of HgS precipitate is hour. While, hydroxide precipitation method can decrease mercury level up to at pH 12 and mass of Hg OH2 precipitate obtained is g. However, the result of EDX analysis of the precipitate of Hg OH2 showed that the content of Hg precipitate is still low at wt.%. Keyword mercury, pH, precipitation, natrium sulphide, calcium hydroxide A B S T R A K Kegiatan penambangan emas rakyat tanpa izin PETI dengan menggunakan merkuri Hg sebagai pengikat unsur emas disebut proses amalgamasi. Merkuri merupakan logam berat yang bersifat racun. Penggunaan merkuri ini berpotensi menimbulkan pencemaran di lingkungan sekitar, terutama lingkungan perairan. Untuk penanganan logam berat merkuri dalam limbah cair ini, maka diperlukan sebuah metode pengolahan limbah alternatif, yaitu metode presipitasi kimia. Penelitian ini bertujuan untuk me-recovery ion Hg2+ dari limbah cair dengan metode presipitasi sulfida dan hidroksida. Selain itu mempelajari pengaruh pH terhadap ion Hg2+ yang terendapkan dalam proses presipitasi dan mengetahui laju pembentukan endapan Hg. Presipitasi dilakukan dengan menggunakan natrium sulfida Na2S 0,3 M dan CaOH2 0,004 M sebagai agen presipitan dengan pengadukan cepat 200 rpm selama 3 menit dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat 40 rpm selama 30 menit. Larutan sampel didiamkan selama 24 jam untuk mengendapkan presipitat yang terbentuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode presipitasi menggunakan larutan Na2S dapat menurunkan kadar Hg pada limbah sintetik HgCl2. Massa endapan HgS optimum sebesar 0,046 g larutan dicapai pada pH 9 dengan persentase efisiensi penyisihan hingga 99,81 %. Laju pembentukan endapan HgS diperoleh Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 sebesar 0,4 mg/jam. Sedangkan metode presipitasi hidroksida dapat menurunkan kadar merkuri hingga 90,11% pada pH 12 dengan massa endapan HgOH2 yang diperoleh adalah 0,28 g. Akan tetapi hasil analisis EDX endapan HgOH2 memperlihatkan bahwa kandungan Hg dalam endapan tersebut masih sangat kecil yaitu sebesar 0,28%. Kata kunci merkuri, pH, presipitasi, natrium sulfida, kalsium hidroksida 1. Pendahuluan Kegiatan penambangan emas di Selogiri, Wonogiri, Jawa Tengah dilakukan secara tradisional. Proses pengolahannya menggunakan teknik sederhana yaitu penggunaan merkuri Hg sebagai pengikat dan pemisah unsur emas dengan lumpur, pasir dan air dalam proses amalgamasi. Keberadaan merkuri dalam penambangan ini dapat mencemari lingkungan sekitar. Pencemaran tersebut terjadi ketika merkuri yang telah digunakan untuk pengolahan emas dibuang bersama air limbah pencucian ke lokasi pembuangan baik di tanah maupun di air sungai. Widhiyatna dkk. 2006 memaparkan bahwa konsentrasi merkuri dalam tailing di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri yaitu 0,299 ppm – 460 ppm, sedangkan dari data Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 202 tahun 2004 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan bijih emas dan atau tembaga menjelaskan bahwa baku mutu lingkungan kadar Hg maksimal adalah 0,005 ppm. Data tersebut menunjukkan bahwa pencemaran merkuri di sekitar daerah penambangan emas sudah melebihi ambang batas. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengatasi masalah tersebut. Teknologi pengolahan air limbah dapat dilakukan secara proses biologi, kimia dan fisika, yang didasarkan pada karakteristik senyawa yang terkandung dalam air limbah. Untuk limbah yang mengandung logam berat seperti limbah pengolahan penambangan emas ini tentu saja pengolahan secara biologi bukan merupakan pilihan pertama. Hal tersebut dikarenakan logam berat yang ada dapat meracuni mikroorganisme yang digunakan Purwanto, 2005. Pengolahan limbah yang mengandung logam berat dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu presipitasi kimia, adsorpsi, ion exchange, reverse osmosis maupun ultrafiltrasi Shafeeq dkk., 2012. Untuk tujuan recovery logam merkuri dalam limbah, kombinasi proses kimia-fisika merupakan metode yang paling tepat, yaitu dengan cara presipitasi kimia. Menurut Handoko dkk. 2013 metode presipitasi memiliki beberapa kelebihan yaitu mudah pengoperasiannya, konsentrasi keluaran rendah, membutuhkan biaya yang relatif kecil dan bahan-bahan presipitan yang digunakan juga mudah untuk didapatkan. Sehingga metode presipitasi ini dapat menjadi alternatif penanganan limbah yang terkontaminasi logam merkuri, terutama untuk recovery logam berat. Metode yang umum digunakan dalam presipitasi logam berat ialah hidroksida, karbonat, dan sulfida Tchobanoglous dkk., 1991. Naim dkk. 2010 melakukan penelitian yang membuktikan bahwa efisiensi presipitasi dengan metode sulfida dan hidroksida lebih baik daripada metode karbonat untuk menurunkan kadar logam Cr, Ni dan Zn dalam limbah industri elektroplating. Skants 2012 menyatakan bahwa presipitasi sulfida merupakan metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan merkuri an organik. Na2S dipilih sebagai agen presipitan dalam presipitasi sulfida karena memiliki efisiensi tinggi dan kestabilan yang lebih baik Hagemann dkk., 2014. Sedangkan CaOH2 dipilih sebagai agen presipitan dalam presipitasi hidroksida karena biaya yang relatif terjangkau, mudah untuk diperoleh dan sifat racun lebih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap jumlah ion Hg yang terendapkan dalam proses presipitasi sulfida dan hidroksida dan untuk mengetahui laju pengendapan Hg. Pengaruh derajat keasaman pH terhadap presipitasi logam berat telah dipelajari oleh Handoko dkk. 2013; Sheeja dan Selvapathy 2014. Andaka 2008 juga melakukan penelitian yang membuktikan bahwa waktu pengendapan berpengaruh terhadap volume endapan logam Cu pada limbah cair Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 industri kerajinan perak. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji pengaruh jenis presipitan, pH dan waktu pengendapan dalam proses presipitasi limbah cair merkuri hasil pengolahan penambangan emas rakyat dengan metode presipitasi hidroksida dan sulfida. Hasil dari penelitian recovery ion Hg2+ dari limbah cair dengan metode presipitasi sulfida dan hidroksida diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya memberikan informasi alternatif penanganan logam berat merkuri dalam limbah cair terutama pada industri penambangan emas rakyat. 2. Metode Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan sebagai limbah cair pertambangan emas rakyat dibuat dari reagen HgCl2 99% EMSURE MERCK. Precipitating agents padatan Na2S teknis 65% dan padatan CaOH2 teknis 95,27% PT. Brataco Chemica, Yogyakarta dan aquades diperoleh dari Laboratorium Konservasi Energi dan Pencegahan Pencemaran KEPP, Fakultas Teknik UGM Yogyakarta. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah gelas beker 300 mL, gelas beker 500 mL, labu ukur 1000 mL, buret 50 mL, magnetic stirer, pH meter digital, penyaring buchner, kertas saring Whatman no. 42, neraca analitik, oven, mercury analyzer dan spektrofotometri energy dispersion X-ray EDX. Cara penelitian Tahapan penelitian meliputi beberapa tahap antara lain 1. Tahap preparasi & karakterisasi larutan limbah merkuri awal Tahap preparasi meliputi pembuatan larutan HgCl2 100 ppm, Na2S 0,3 M dan larutan CaOH2 0,004 M. Limbah sintetik dianalisis menggunakan mercury analyzer untuk menentukan konsentrasi awal. Sedangkan pH awal larutan diukur menggunakan pH meter. 2. Tahap presipitasi sulfida Tahap presipitasi pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Marchioretto 2002. Presipitasi sulfida dilakukan dengan mengambil 200 mL limbah kemudian dimasukkan ke dalam lima buah gelas beker 300 mL. Penambahan larutan Na2S 0,3M dilakukan diantara pH 5,3; 8; 9; 10; 11; 12. Masing–masing sampel dilakukan pengadukan cepat 200 rpm selama 3 menit dengan magnetic stirrer, dilanjutkan dengan pengadukan lambat 40 rpm selama 30 menit. Setelah pengadukan selesai, masing-masing sampel ditutup aluminium foil dan diendapkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk dipisahkan dari filtrat menggunakan kertas saring whatman lalu endapan dioven pada suhu 105-110 ˚C selama 1 jam. 3. Presipitasi hidroksida Sebanyak 200 mL limbah sintetik HgCl2 dimasukkan ke dalam lima buah gelas beker 300 mL. Penambahan larutan CaOH2 0,004 M masing – masing pada pH 5,3; 8; 9; 10; 11; 12. Sampel diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 3 menit dengan magnetic stirrer, dilanjutkan dengan pengadukan lambat 40 rpm selama 30 menit Barboti dkk., 2011. Setelah pengadukan selesai, masing-masing sampel ditutup aluminium foil dan diendapkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk dipisahkan dari filtrat menggunakan kertas saring Whatman dan dioven pada suhu 105-110 ˚C selama 1 jam. Kemudian filtrat dianalisis kadar logam Hg menggunakan alat mercury analyzer. 4. Uji presipitasi dengan variasi waktu pengendapan Sebanyak 200 mL limbah sintetik HgCl2 dimasukkan ke dalam lima buah gelas beker 300 mL, dan dilakukan pengaturan pH. pH yang digunakan sebagai dasar pada penelitian variabel waktu pengendapan merupakan pH optimum dari uji presipitasi variasi pH. Variasi waktu pengendapan yang digunakan adalah 2, 5, 8, 12, dan 18 jam. Endapan yang terbentuk dipisahkan dari filtrat menggunakan kertas saring Whatman dan dioven pada suhu 105-110 ˚C selama 1 jam. Kemudian filtrat dianalisis kadar logam Hg menggunakan mercury analyzer. Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 Analisis Hasil 1. Penentuan massa endapan HgS Massa endapan ditentukan secara gravimetri dengan menimbang berat kertas saring sebelum dan sesudah proses penyaringan endapan. Massa endapan dihitung dari selisih berat keduanya. 2. Penentuan efisiensi penyisihan kadar Hg Filtrat hasil presipitasi dianalisis kadar merkurinya menggunakan mercury analyzer sesuai dengan metode SNI 2011 di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu LPPT Universitas Gadjah Mada. Efisiensi penyisihan kadar merkuri dapat ditentukan dengan rumus … 1 3. Penentuan komposisi kimia senyawa CaOH2 dan endapan HgOH2 Pengujian karakteristik senyawa CaOH2 dan endapan HgOH2 dilakukan dengan energy dispersion X-ray spectroscopy EDX yang bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia beserta konsentrasi unsur-unsur dalam senyawa CaOH2 dan endapan HgOH2. Kinetika Pengendapan HgS Apabila sebuah partikel turun di dalam fluida karena gaya gravitasi, maka kecepatan pengendapan akan tercapai apabila jumlah dari gaya friksi drag force dan gaya apung buoyancy sebanding dengan gaya gravitasi benda Sukardjo, 2004. Beberapa asumsi yang diambil dari jatuhnya partikel HgS dalam fluida yaitu a. Partikel jatuh dalam keadaan free settling b. Pengendapan mengikuti pola laminer c. Gerakan partikel akan berlangsung konstan terminal settling velocity Persamaan kecepatan pengendapan untuk menghitung kecepatan penurunan partikel dalam keadaan free settling dengan pengendapan mengikuti pola laminer Stokes flow sesuai dengan model Persamaan 2 2 Laju pengendapan partikel HgS dapat dihitung dengan Persamaan 3 3 dengan nilai diambil dari Persamaan 2 yang disubstitusikan ke dalam Persamaan 3 diperoleh Persamaan 4 4 dengan, A = luasan penampang alat pengendap = konsentrasi Hg Pada proses presipitasi HgS nilai-nilai , , ρw, ρp, dan A konstan, sehingga diperoleh Persamaan 5 5 dengan = Jika konsentrasi dan ukuran partikel konstan, maka nilai ≈ konstan, sehingga diperoleh Persamaan 6 = konstan 6 Persamaan 6 merupakan persamaan laju pengendapan HgS. 3. Hasil dan Pembahasan Presipitasi Sulfida Pengaruh pH terhadap Recovery Merkuri Hg Nilai pH memiliki pengaruh yang besar terhadap presipitasi logam. Masing-masing logam memiliki pH spesifik presipitasi pada saat logam tersebut memiliki kelarutan minimum, sehingga logam Hg dapat terendapkan secara maksimal. Endapan yang terbentuk dari pengendapan sulfida ini adalah endapan Merkuri II Sulfida HgS yang berwarna hitam. pH presipitasi yang digunakan adalah dari pH 5,3 yaitu pH saat mulai terbentuknya larutan yang berwarna hitam sampai dengan pH 12 ketika larutan sampel menjadi bening kembali. Hasil presipitasi logam merkuri dengan agen presipitan Na2S disajikan pada Gambar 1 dan Tabel 1. Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 Gambar 1. Pengaruh pH terhadap HgS yang mengendap Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa endapan HgS yang terbentuk semakin meningkat dengan bertambahnya pH larutan dan mencapai jumlah endapan optimal pada pH 9 seberat 0,0458 gram. Hasil ini sesuai dengan Skants 2012 yang memaparkan bahwa pada rentang pH 7-9, natrium sulfida Na2S dapat bekerja sebagai agen presipitan untuk mengendapkan logam berat merkuri. Penambahan larutan Na2S pada sampel limbah sintetik akan menyebabkan meningkatnya jumlah ion S2- dalam larutan yang akan bereaksi dengan kation logam berat pada limbah Hg2+ dapat terendapkan dalam bentuk logam sulfida dengan reaksi 7 S2- + Hg2+ HgSs 7 Penambahan Na2S secara bertahap akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan sehingga semakin banyak endapan HgS yang terbentuk. Pada pH 9 pengendapan mencapai optimal, sebagian besar logam merkuri terendapkan dengan baik, sedangkan pH > 9 jumlah endapan HgS mulai berkurang. Hal ini dapat terjadi dikarenakan penambahan ion S2 secara berlebihan dapat berpotensi untuk membentuk kompleks dengan endapan logam sulfida yang akan melarutkan kembali logam sulfida yang telah mengendap. Hasil ini sesuai dengan diagram pourbaix merkuri Gambar 2 yang menunjukkan bahwa mulai pada pH 10 hingga pH 14 pada suhu 25˚C dan tekanan 1 atm merkuri sulfida memiliki kelarutan yang tinggi. Gambar 2. Diagram Pourbaix Merkuri pada T = 25˚C dan P = 1 atm Pecora & Kickel, 1970 Lewis dan Van Hille 2006 dalam penelitiannya tentang pengendapan logam Ni, Co dan Cu yang menggunakan H2S sebagai agen presipitan memaparkan bahwa penggunaan sulfida berlebih dapat menyebabkan presipitat logam sulfida terlarut kembali sebagai kompleks polisulfida logam dalam larutan. Hal ini dibuktikan melalui persamaan reaksi 8 MSs + HS-aq MSHS-aq 8 Berdasarkan prinsip reaksi di atas maka reaksi terbentuknya kompleks polisulfida logam Hg dari agen presipitan natrium sulfida Na2S adalah sesuai persamaan reaksi 9 HgSs + NaS-aq HgSNaS-aq 9 Terbentuknya kompleks polisulfida, menunjukkan bahwa ion natrium tidak dikonsumsi atau dilepaskan pada reaksi ini. Gharabaghi dkk. 2012 juga memaparkan hal yang sama yaitu dengan meningkatkan pH pada konsentrasi sulfida berlebih kompleks logam sulfida dapat terbentuk. Tabel 1 menunjukkan bahwa Hg memiliki efisiensi penyisihan tertinggi yaitu sebesar 99,81% pada pH 9. Konsentrasi minimum yang bisa diturunkan pada pH tersebut mencapai 0,25 00,010,020,030,040,054 6 8 10 12 14massa endapan HgS g pH Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 mg/L. Kelarutan merkuri mulai konstan pada pH yang lebih tinggi dan cenderung melarut kembali pada penambahan Na2S lebih banyak sehingga efisiensi penyisihan presipitasi menjadi semakin menurun. Hal ini dapat dilihat bahwa kelarutan merkuri kembali meningkat setelah melewati pH sekitar 10 yang sesuai dengan diagram pourbaix merkuri pada Gambar 2. Tabel 1. Pengaruh pH terhadap efisiensi penyisihan Hg Konsentrasi Hg Awal mg/L Konsentrasi Hg Akhir mg/L Pengaruh Waktu Pengendapan Terhadap Laju Pengendapan HgS Variasi waktu pengendapan yang dilakukan memberikan pengaruh terhadap massa endapan HgS yang terbentuk. Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa peningkatan massa endapan HgS selaras dengan bertambahnya waktu pengendapan. Massa HgS yang terendapkan meningkat dari 0,0374 gram hingga mencapai optimum sebesar 0,0458 gram pada waktu 24 jam pengendapan dengan nilai efisiensi penyisihan dari yang terendah sampai yang tertinggi berturut-turut sebesar 97% dan 99,81%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama kontak antara ion logam merkuri dalam larutan sampel dengan ion-ion agen presipitan maka ion merkuri akan semakin banyak terendapkan sehingga kadar merkuri dalam limbah cair berkurang Andaka, 2008. Hasil yang sama juga dipaparkan oleh Baijnath dkk.2014 bahwa waktu pengendapan memberikan pengaruh terhadap penghilangan Cr3+ dalam limbah cair dan peningkatan efisiensi penyisihan logam krom selaras dengan bertambahnya waktu pengendapan. Waktu pengendapan dari t=0 dihitung dari selesainya flow mixing dan rapid mixing. Akan tetapi pada saat proses pengadukan berlangsung, sudah ada HgS yang mengendap sebesar nilai interseptnya yaitu 0,0363. Gambar 3. Pengaruh waktu pengendapan terhadap massa HgS yang diperoleh Grafik massa HgS terhadap waktu pengendapan pada pH optimum 9 dapat digunakan untuk menentukan laju pengendapan HgS yang berdasar Persamaan 6. Hasil menunjukkn bahwa laju pengendapan HgS konstan dan mengikuti model linier. Nilai yang konstan didapatkan melalui plot grafik linear dengan persamaan garis lurus m = + a, dimana b merupakan kemiringan slope dan a adalah intersept. Sehingga didapatkan laju pengendapan HgS sebesar 0,4 mg/jam. Dari grafik linier yang diperoleh pada Gambar 3 terlihat bahwa laju pengendapan yang konstan. Hal tersebut dapat dijabarkan melalui persamaan 5 di mana dengan tidak adanya flokulasi, maka diameter partikel tidak mengalami perubahan selama waktu pengendapan berlangsung sehingga massa partikel sama, yang berarti laju pengendapannya konstan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa waktu pengendapan tidak berpengaruh terhadap laju pengendapan HgS. Presipitasi Hidroksida Pengaruh pH terhadap Recovery Merkuri Hg CaOH2 sebagai agen presipitan yang ditambahkan akan menghasilkan ion OH- yang akan bereaksi dengan kation logam Hg yang terdapat pada sampel limbah cair dan mengendapkan kation logam berat tersebut sebagai logam hidroksida-nya dalam bentuk HgOH2 sesuai persamaan reaksi 10-12. m = 0,0004t + 0,0363 0,010,020,030,040,050 5 10 15 20 25m HgS yang terendapkan, g Waktu t pengendapan, jam Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 CaOH2 aq Ca2+aq + 2OH-aq 10 Hg2+aq + 2OH-aq HgOH2 aq 11 HgOH2 aq HgOH2 s 12 Penambahan agen presipitan hidroksida akan menciptakan endapan logam-hidroksida seperti yang terdapat pada kesetimbangan di atas. Pada penelitian, proses terbentuknya endapan setelah penambahan CaOH2 berlangsung cepat. Setelah didiamkan selama 24 jam, endapan dipisahkan melalui proses penyaringan. Kertas saring mampu menahan partikel-partikel endapan dalam campuran sehingga hasil penyaringan akan didapatkan berupa filtrat cairan yang selanjutnya dianalisis menggunakan mercury analyzer. Data hasil presipitasi hidroksida dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4. Tabel 2. Pengaruh pH terhadap efisiensi penyisihan Hg Konsentrasi HgCl2 awal mg/L Konsentrasi setelah presipitasi mg/L Efisiensi penyisihan Hg % Pengaruh meningkatnya pH larutan terhadap efisiensi penyisihan Hg dapat dilihat pada Tabel 2. Kenaikan pH dari pH awal 4,8 ke pH 7 menurunkan kadar Hg dari 130,23 mg/L hingga 34,61 mg/L dengan persentase efisiensi penyisihan sebesar 73,42 %. Persentase efisiensi penyisihan Hg cenderung mengalami penurunan dengan meningkatnya pH dari pH 7 hingga pH 10 yang berarti kadar Hg dalam filtrat mengalami kenaikan. Hal ini dimungkinkan karena ion OH- dari agen presipitan CaOH2 bereaksi dengan ion Hg2+ membentuk HgOH2 aqueous phase [HgOH2aq] dan dimungkinkan hanya sebagian kecil yang membentuk endapan HgOH2 [HgOH2s]. Oleh karena itu, ketika proses filtrasi, maka [HgOH2aq] akan lolos dan tetap berada dalam larutan supernatannya yang terbaca oleh mercury analyzer. Fenomena tersebut dapat diperjelas pada diagram Pourbaix merkuri Gambar 2, bahwa fase HgOH2 yang terbentuk pada rentang pH tersebut adalah [HgOH2aq] Pecora dan Hickel, 1970. Selain itu padatan logam-hidroksida yang terbentuk dapat bersifat amphoter, yaitu penambahan ion OH- yang berlebihan dapat membentuk kompleks [HgOH4]2- yang bersifat larut dalam air Anbia dan Amirmahmoodi, 2011 sesuai persamaan reaksi 13-16 Hg2+ + OH- HgOH+ 13 HgOH+ + OH- HgOH2 14 HgOH2 + OH- HgOH3- 15 HgOH3- + OH- HgOH42- 16 Akan tetapi ketika pH sampel ditingkatkan lagi dari pH 11 hingga pH 12, efisiensi penyisihan cenderung meningkat. Hal ini berarti bahwa kadar Hg dalam filtrat mengalami penurunan kembali. Persentase tertinggi dicapai pada pH 12 sebesar 90,11 % dan kadar Hg dapat diturunkan hingga 12,88 mg/L. Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa efisiensi penyisihan yang tinggi dicapai pada pH 7 dan pH 12 berturut-turut sebesar 73,42% dan 90,11%. Nilai ini memiliki selisih yang kecil. Untuk mencapai pH 7 diperlukan 12,9 mL sedangkan untuk mencapai pH 12 diperlukan 1429,5 mL CaOH2. Sehingga apabila dlihat dari segi kemudahan aplikasi dan efisiensinya, maka pengoperasian presipitasi ion logam Hg2+ dengan metode presipitasi hidroksida dipilih pada pH 7 karena membutuhkan agen presipitan yang lebih sedikit. Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap endapan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 memperlihatkan hasil presipitasi hidroksida menghasilkan endapan terbanyak pada pH 12 sebanyak 0,278 g. Massa endapan yang diperoleh cenderung mengalami penurunan dengan meningkatnya pH dari pH 7 hingga pH 10. Hal ini terjadi karena ion OH- dari agen presipitan CaOH2 bereaksi dengan ion Hg2+ dalam limbah membentuk HgOH2 aqueous phase [HgOH2aq] Pecora dan Kickel, 1970, sehingga endapan yang dihasilkan semakin sedikit. Di lain pihak, pada kenaikan dari pH 11 hingga pH 12, endapan yang dihasilkan cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena merkuri fase solid [HgOH2s] lebih banyak Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 terbentuk. Gambar 4. Pengaruh pH terhadap Endapan yang diperoleh Untuk mengetahui kandungan unsur apa saja yang terkandung dalam endapan HgOH2, dilakukan analisis EDX terhadap sampel endapan hasil presipitasi pada pH 12 yang disajikan pada Tabel 3. Komposisi terbanyak dalam endapan HgOH2 yang terbentuk dari proses presipitasi hidroksida ini adalah kalsium yang kemungkinan berasal dari agen presipitan CaOH2 yang bereaksi dengan CO2 di udara membentuk endapan kalsium karbonat CaCO3 sesuai reaksi 17 Vogel, 1979 CaOH2 + CO2 CaCO3s + H2O 17 Nilai Ksp CaCO3 sebesar 4,5×10-9 lebih kecil dari Ksp CaOH2 sebesar 5,5×10-9 mengindikasikan bahwa CaCO3 lebih mudah mengendap. Berdasarkan hasil analisis EDX, kandungan Hg dalam endapan tersebut sangatlah kecil yaitu sebesar 0,281%. Hal ini menunjukkan bahwa CaOH2 tidak efektif digunakan dalam pengendapan Hg. Esmaeli dkk. 2005 menambahkan bahwa penggunaan CaOH2 sebagai agen presipitan untuk me-recovery ion Cr3+ dari limbah penyamakan kulit menghasilkan kecepatan pengendapan yang rendah dan sludge yang diperoleh cenderung sulit untuk dipisahkan. Oleh karena itu percobaan presipitasi hidroksida dengan variasi waktu pengendapan dalam penelitian ini tidak dilakukan. Nilai efisiensi penyisihan Hg pada pH 12 yang diperoleh dari analisis mercury analyzer tidak relevan dengan komposisi unsur Hg dalam endapan HgOH2 yang diperoleh dari analisis menggunakan EDX. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena penambahan ion hidroksida ke dalam larutan presipitat yang mengandung Hg2+ dapat membentuk padatan HgO berwarna kuning, yang terdiri dari sususan rantai zigzag –O-HgO-Hg- dengan unit linier O-Hg-O. Namun dapat juga terbentuk molekul HgOH2 yang diproduksi sesaat selama reaksi. Dengan kata lain presipitat HgOH2 merupakan zat antara yang terbentuk selama proses reaksi yang diperkirakan membentuk kopresipitat dengan logam lain yang terkandung dalam limbah Wang dan Andrews, 2005. Observasi tersebut mengindikasikan bahwa sampel yang dianalisis menggunakan EDX adalah zat antara yang terbentuk selama proses reaksi. Tabel 3. Perbandingan komposisi unsur endapan HgOH2 dan padatan CaOH2 dari analisis EDX 4. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah a. Ion logam Hg2+ dapat diambil kembali recovery dengan metode presipitasi menggunakan larutan natrium sulfida 0,3 M dengan endapan optimal sebesar 0,0458 gram dicapai pada pH 9 dan persentase removal sebesar 99,81%. b. Metode presipitasi hidroksida dapat menurunkan kadar merkuri hingga 90,11% pada pH 12 dengan massa endapan HgOH2 yang diperoleh adalah 0,278 gram. c. Laju pengendapan HgS diperoleh sebesar 0,4 mg/jam, dengan laju pengendapan HgS konstan dan tidak dipengaruhi waktu. Daftar Notasi = laju pengendapan partikel HgS, mg/jam ρw = densitas air, kg/m3 ρp = densitas partikel padatan, kg/m3 = percepatan gravitasi, m/s2 = diameter partikel, m = viskositas fluida cair, Ns/m2 0,00000,05000,10000,15000,20000,25000,30006 8 10 12 14massa HgOH2 g pH Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 1, 2018, hlm. 23-31 Daftar Pustaka Andaka, G., 2008, Penurunan kadar tembaga pada limbah cair industri kerajinan perak dengan presipitasi menggunakan natrium hidroksida, Jurnal Teknologi, Volume. 1 Nomor 2, 127 – 134. Baijnath, Lal, L., Gautam, V., and Yadav, 2014, A Comparative study of the removal efficiency of calcium hydroxide and sodium hydroxide as precipitating agents for chromium III, Journal of Civil Engineering and Environmental Technology, Vol. 1, Number 1, pp. 17-20. Gharabaghi, M., Irannajad, M. and Azadmehr, A. R., 2012, Selective sulphide precipitation of heavy metals from acidic polymetallic aqueous solution by thioacetamide, Ind. Eng. Chem. Res., 512, pp. 954–963. Hagemann, S., Oppermann, U., and Brasser T., 2014, Behaviour of Mercury and Mercury Compounds at the Underground Disposal in Salt Formations and Their Potential Mobilisation by Saline Solutions, Federal Environment Agency Germany, Umweltbundesamt. Handoko, C. T., Yanti, T. B., Syadiyah, H., and Marwati, S., 2013, Penggunaan metode presipitasi untuk menurunkan kadar cu dalam limbah cair industri perak di Kota Gede, Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 18, No. 2, pp. 51–58. Lewis, A. and Van Hille, R., 2006, An exploration into the sulphide precipitation method and its effect on metal sulphide removal, Hydrometallurgy, 813–4, pp. 197–204. Marchioretto, M. M. and Bruning, H., 2002, Optimization of chemical dosage in heavy metals precipitation in anaerobically digested sludge, Congreso Interamericano de Ingeniera Sanitary Ambiental, Mexico, Naim, R., Kisay, L., Park, J., Qaisar, M., Zulfiqar, A. B., Noshin, M. and Jamil, K., 2010, Precipitation chelation of cyanide complexes in electroplating industry wastewater, Int. J. Environ. Res., 44, 735-740. Pecora, William T. and Hickel, Walter J., 1970, Mercury in The Environment A compilation of papers on the abundance, distribution, and testing of mercury in rocks, soils, waters, plants, and the atmosphere, Geological Survey Professional Paper, United States Government Printing Office, Washington. Purwanto, 2005, Permodelan Rekayasa Proses dan Lingkungan, Badan penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Shafeeq, A., Muhammad, A., Sarfraz, W., Toqeer, A., Rashid, S., and Rafiq, M. K., 2012, Mercury removal techniques for industrial waste water, International Journal of Chemical, Molecular, Nuclear, Materials and Metallurgical Engineering, 6 12, 1164-1167. Sheeja, P. and Selvapathy, P., 2014, Comparative study on the removal efficiency of cadmium and lead using hydroxide and sulfide precipitation with the complexing agents, Int. J. Curr. Res. Chem. Pharm. Sci., 1 6, 38-42. Skants, A. J. C., 2012, Evaluation of Treatment Techniques for Mercury Contaminated Leachates, Master of Science Thesis, Chalmers University of Technology. Tchobanoglous, G., Burton, F. L., and Stensel, H. D., 1991, Wastewater Engineering Treatment and Reuse 4th Edition, Metcalf & Eddy Inc, USA. Vogel, G., 1979, Analisa Anorganik Kuantitatif Makro dan Semi Mikro, Longman Group Limited, London. Wang, X. and Andrews, L., 2005, Infrared spectrum of HgOH2 in solid neon and argon, Inorg. Chem., 44, 108-113. Widhiyatna, D., Hutamadi, R., Ahdiat, A., 2006, Pendataan Penyebaran Merkuri pada Wilayah Pertambangan Di Daerah Selogiri, Provinsi Jawa Tengah, Proceeding Pemaparan Hasil-Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan, Pusat Sumberdaya Geologi. ... Apabila ketiga metode tersebut dibandingkan, maka metode SPE lebih unggul daripada ekstraksi cair-cair karena proses ekstraksi yang lebih sempurna, pemisahan analit yang lebih efisien, serta pelarut organik yang digunakan lebih sedikit Rahmatia, 2016. Sedangkan, untuk metode presipitasi protein apabila dibandingkan dengan metode SPE, maka metode presipitasi protein lebih unggul, di mana proses preparasinya lebih mudah dilakukan, konsentrasi keluaran yang rendah, biaya lebih sedikit, dan bahan presipitan yang lebih mudah didapatkan Fadlilah et al., 2018. Terlihat dari ke 5 literatur yang digunakan, maka metode preparasi sampel yang paling efektif untuk memperoleh analit paracetamol adalah metode presipitasi protein. ...Diah MuldianahSulastri SulastriAdelia FatharaniHana FadhilahParacetamol Acetaminophen is one of the drugs most often prescribed to patients, ranging from children to the elderly, as a pain reliever by inhibiting prostaglandin synthesis in the central nervous system. Paracetamol has a broad therapeutic index with an adult dose of 500-1000 mg each time, with an interval of 4-6 hours. The review article aims to compare the analysis and sample preparation methods used to detect paracetamol in human blood, plasma, and serum. In compiling this article, the search method for research journals via the internet was used with Google. The results obtained showed that the detection of paracetamol in blood and serum was analyzed using the Gas Chromatography-Mass Spectrometry GC-MS with SPE Solid Phase Extraction sample preparation method while in plasma it was analyzed using several methods, namely Liquid Chromatography-Mass Spectrometry LC-MS, High-Performance Liquid Chromatography-Mass Spectrometry HPLC-MS, and Ultra-High-Performance Liquid Chromatography-Mass Spectrometry UHPLC-MS with protein precipitation and liquid-liquid extraction sample preparation methods. Among the four methods, the HPLC-MS method is considered fast, selective, and sensitive to analyzing paracetamol... For waste containing heavy metals such as gold mining processing waste, of course, biological treatment is not the first choice. This is because the existing heavy metals can poison the microorganisms used Fadlilah et al. 2018. Subsurface Flow Constructed Wetlands SSF-CW is a promising alternative wastewater treatment technology that is built and designed based on the involvement of aquatic plants, soil, or other media and microbes. ...Titik IndrawatiSarto SartoAgus PrasetyaThe study aims to compare the effectiveness of chromium removal from water using adsorption by coal fly ash CFA and phytoremediation by vetiver grass Vetiveria zizanioides L as well as a combination of both CFA and vetiver grass. The experiment was carried out in four different reactors, having size of 100 cm length x 60 cm wide x 80 cm height. One reactor was filled with gravel and CFA, without vetiver grass RI, while another one was filled with gravel and vetiver grass, without CFA RIV. The other two reactors were filled with gravel, CFA, and vetiver grass with the mass ratio of gravel/CFA of 252 and 251, denoted as RII and RIII, respectively. Fifty 50 L of synthetic wastewater containing ppm of chromium was filled into the reactors and continuously recirculated for 15 days. Chromium accumulation in CFA and plants was analyzed on day 15. The results of plant development are indicated by the presence of new shoots and roots that grow during phytoremediation processes. In addition, there was an increase in weight and number of vetiver stems indicating the persistency of vetiver grass in such a harsh wastewater condition. The removal of Cr from wastewater in RI, RII, RIII and RIV at days 15 were 81%, and respectively. It can be concluded that 1 vetiver grass Vetiveria zizanioides L has high potential as phytoremediator plant, 2 Chromium adsorption by CFA plays important role in Cr removal from wastewater, and 3 combination of adsorption by CFA and a phytoremediation by vetiver grass significantly increases the removal of chromium from wastewater.... Pada pH 9, pengendapan mencapai tingkat optimal, sebagian besar logam merkuri terendapkan dengan baik, dan pada pH di atas 9, jumlah endapan HgS mulai menurun. Hal ini dapat terjadi karena penambahan ion S 2yang berlebihan berpotensi membentuk kompleks dengan endapan logam sulfida yang akan melarutkan endapan logam sulfida kembali Fadlilah, 2018. ...Wisni Rona AnamiMamay Maslahat Dian ArrisujayaPrecipitation of Laboratory Wastewater Heavy Metals by Natural Sulphur Sodium Sulfide Sodium sulfide Na2S from natural sulfur has been used for heavy metal precipitation from laboratory wastewater. Heavy metals in laboratory wastewater include mercury Hg, lead Pb, chromium Cr and zinc Zn. Initial laboratory wastewater testing was performed by measuring the initial pH and the concentration of heavy metals in the wastewater prior to precipitation using the atomic absorption spectrophotometer. Sulphide precipitation phase consists of variations in the concentration of NaOH, time, temperature, and volume of dissolving Na2S. Parameters for the efficiency of Hg, Pb, Zn and Cr heavy metal precipitation were the initial pH, concentration and rate of stirring of the solution. Results showed that the optimum precipitation efficiency for Zn is achieved by using 10 % Na2S solution with an efficiency of %. The most significant reduction in Cr and Hg was the use of 20 % Na2S solution with a precipitation efficiency of % and % respectively. The optimal efficiency for Pb with a 30 % Na2S solution was %. Natural sulfur can reduce the levels of heavy metals in laboratory wastewater by words Natural sulfur, Heavy metals, Precipitation, Sodium sulfide, ABSTRAKPresipitasi logam berat dari limbah cair laboratorium telah dilakukan dengan menggunakan natrium sulfida Na2S dari belerang alam. Logam berat yang terkandung dalam limbah cair laboratorium diantaranya adalah merkuri Hg, timbal Pb, kromium Cr dan seng Zn. Pengujian awal limbah laboratorium dilakukan dengan mengukur pH awal dan kadar logam berat yang terdapat dalam limbah sebelum presipitasi menggunakan pH meter dan spektrofotometer serapan atom. Tahapan presipitasi limbah oleh sulfida meliputi pembuatan variasi konsentrasi NaOH, waktu, suhu, dan volume pelarutan Na2S. Parameter efisiensi presipitasi logam Hg, Pb, Zn, dan Cr meliputi pH, Konsentrasi dan Kecepatan pengadukan. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi pengendapan optimal untuk logam Zn terdapat pada penggunaan larutan Na2S 10% dengan efisiensi 97,93%. Larutan Na2S 20% paling banyak menurunkan logam Cr dan Hg dengan efisiensi masing-masing sebesar 99,24% dan99,76%. Efisiensi optimal untuk logam Pb berada pada penggunaan larutan Na2S 30% dengan efisiensi 99,68%. Belerang alam mampu menurunkan kadar logam berat dalam limbah cair laboratorium dengan metode kunci Belerang alam, Logam berat, Presipitasi, Natrium sulfidaThe extensive industrial application of chromium results in heavy pollution to the environment and dangerous effects to flora and fauna. Precipitation is rapid and most efficient method for the removal of metal ions from industrial effluents. We herein present a comparative analysis of two well known precipitating agents for the removal of Chromium III ion. Waste lime and sodium hydroxide are commercially available low cost chemicals, so these can be easily utilized as precipitating agents for industrial effluents treatment. The comparative studies are carried out for chromium removal under different experimental conditions viz. doses of precipitating agents, pH and settling time. The trivalent chromium removal efficiency using Calcium Hydroxide was found to be approx 76% and that using Sodium Hydroxide was found to be approx 90%. Hence, it can be concluded that the Sodium Hydroxide is better precipitating agent than Calcium Hydroxide for chromium ion removal from aqueous solution. hydrometallurgical processes, the use of metal sulphide instead of hydroxide precipitation has gained prominence in recent decades. The arguments for its preferential use are based on the high degree of metal removal at relatively low pH values; the sparingly soluble nature of sulphide precipitates; favourable dewatering characteristics and the stability of the metal sulphides formed. However, when choosing a metal sulphide precipitation route, various difficulties are encountered, two of which are described in the current first issue is that these metal sulphide precipitation processes, dominated by low solubilities and high supersaturation levels, favour the formation of fine particles due to the dominant mechanisms of homogeneous nucleation, aggregation and second issue is that, in areas of high local sulphide concentration, the excess sulphide can lead to the formation of aqueous polysulphide complexes, which consume the sulphide reagent and compromise the metal metals removal from anaerobically digested sludge was studied by sulfide and hydroxide precipitation in single and combined ways followed by filtration in bench scale. Before submitted to precipitation the sludge was aerated and acidified till the pH value equal to 1, in order to attain the best conditions for metals solubilization. The results showed that the combination of hydroxide and sulfide precipitation before physical separation was capable to promote an efficient removal of heavy metals from anaerobically digested sludge. Applying sodium hydroxide at pH equal to 4 and 5 with further addition of sodium sulfide at pH values of 7 and 8, respectively, decreased highly the dosage of the second precipitant, when it was exclusively applied. The best percentages achieved for metals removal were lead-100%, and selective separation and recovery of copper, cadmium, zinc, and nickel from a polymetallic solution with sulphide precipitation using thioacetamide have been investigated. Selective metal sulphide precipitation was studied as a function of pH, contact time, and temperature. The results showed that it was possible to separate metals by accurately controlling the pH and temperature. Below pH copper precipitation was complete. The cadmium, zinc, and nickel selective precipitations were performed at pH of 4, and respectively. Temperature also had important effects on the selective separation, and metals precipitation yields increased with increasing temperature. Thioacetamide hydrolysis kinetics and its activation energies in various conditions were calculated. The metal sulphide precipitates were characterized by X-ray diffraction XRD and scanning electron microscopy SEM, and the results showed that the produced precipitates had high purity. Xuefeng WangLester AndrewsMercuryII hydroxide molecules have been prepared upon mercury arc lamp irradiation of Hg, H2, and O2 mixtures in solid neon and argon. The strongest three infrared absorptions are identified through isotopic substitution D2, HD, 18O2, 16O18O and comparison to frequencies from DFT calculations. The isolated HgOH2 molecule is stable and has a linear O-Hg-O linkage in a C2 structure with an 86 degrees dihedral angle. However, in aqueous solution Hg2+ and 2OH- may form an HgOH2 intermediate, which eliminates water and precipitates solid HgO The solid HgOH2 compound is not kadar tembaga pada limbah cair industri kerajinan perak dengan presipitasi menggunakan natrium hidroksidaG AndakaAndaka, G., 2008, Penurunan kadar tembaga pada limbah cair industri kerajinan perak dengan presipitasi menggunakan natrium hidroksida, Jurnal Teknologi, Volume. 1 Nomor 2, 127 of Mercury and Mercury Compounds at the Underground Disposal in Salt Formations and Their Potential Mobilisation by Saline SolutionsS HagemannU OppermannT BrasserHagemann, S., Oppermann, U., and Brasser T., 2014, Behaviour of Mercury and Mercury Compounds at the Underground Disposal in Salt Formations and Their Potential Mobilisation by Saline Solutions, Federal Environment Agency Germany, metode presipitasi untuk menurunkan kadar cu dalam limbah cair industri perak di Kota GedeC T HandokoT B YantiH SyadiyahS MarwatiHandoko, C. T., Yanti, T. B., Syadiyah, H., and Marwati, S., 2013, Penggunaan metode presipitasi untuk menurunkan kadar cu dalam limbah cair industri perak di Kota Gede, Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 18, No. 2, pp. 51-58.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang terdapat di berbagai daerah. Minyak bumi, gas alam, emas, batubara, bijih besi, dan aspal merupakan jenis-jenis bahan tambang yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu jenis bahan tambang yang cukup banyak dan tersebar ketersediaannya di Indonesia adalah emas. Emas merupakan salah satu jenis bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Emas hampir dipasarkan dan diperdagangkan hampir di semua pasar perdagangan bahan tambang di seluruh dunia. Nilai investasi emas meningkat setiap terjadi perdagangan emas dalam jumlah yang cukup besar. Bahkan, jika dilihat lebih jauh lagi, emas memberikan kontribusi berupa devisa yang sangat besar bagi negara-negara pengekspor emas. Emas tidak terdapat di lapisan tanah yang cukup dalam dari permukaan bumi atau permukaan tanah. Bisa dikatakan bahwa bahan tambang jenis ini terletak di permukaan tanah, daerah aliran sungai yang berisi endapan-endapan mineral, bahkan di daerah hilir sungai yang merupakan akhir dari arah aliran air sungai yang mungkin saja menjadi tempat berkumpulnya arah aliran beberapa sungai yang membawa endapan-endapan mineral. Emas merupakan salah satu jenis mineral yang memiliki banyak manfaat. Jenis mineral ini dapat digunakan sebagai bahan konduktor pengantar panas di beberapa jenis alat elektronik. Namun, kegunaan emas yang utama adalah sebagai bahan perhiasan berupa kalung, emas, cincin, dan lain sebagainya. Jadi, secara garis besar, emas memiliki berbagai manfaat untuk kehidupan manusia. Untuk mendapatkan emas yang terletak di permukaan tanah ataupun yang terletak di daerah aliran sungai tidaklah terlalu sulit. Pencariannya hanya mempergunakan alat-alat yang sederhana. Teknik pencarian dan pengolahan limbahnya sangat sederhana. Namun, untuk mendapatkan emas yang terdapat di dalam lapisan tanah dengan kedalaman tertentu, pencarian emas perlu dipergunakan alat-alat teknologi dan teknik pencarian yang cukup sulit. Survey lokasi merupakan salah satu kegiatan awal yang diperlukan untuk mengetahui jumlah ketersediaan emas, posisi atau letak emas, dan kedalaman emas dari permukaan tanah. Daerah yang memiliki banyak ketersediaan emas tentu saja harus menjadi basis atau sumber pencarian dan pengolahan limbah hasil eksplorasi emas. Daerah-daerah inilah yang kemudian menjadi daerah-daerah tambang emas yang mungkin saja alam dan lingkungannya dapat rusak karena adanya kegiatan penambangan emas ini. [caption id="attachment_275196" align="alignleft" width="298" caption="Ilustrasi-Tambang Emas/Admin Indonesia memiliki banyak tambang emas yang tersebar mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan Papua. Cadangan emas di Indonesia cukup besar. Ini dapat dilihat dari jumlah tersebarnya daerah tambang-tambang emas di Indonesia. Salah satu daerah tambang emas dengan jumlah kandungan emas yang sangat besar terletak di daerah Pegunungan Jayawijaya yang terletak di Provinsi Papua Barat. Derah ini hanya memiliki satu tempat tambang emas, yaitu tambang emas Grasberg. Tambang Grasberg adalah tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia. Tambang ini terletak di provinsi Papua di Indonesia dekat latitude -4,053 dan longitude 137,116, dan dimiliki oleh Freeport yang berbasis di AS dengan pembagian hasil tambang mencapai Rio Tinto Group mendapatkan 13%, Pemerintah Indonesiamendapatkan dan PT Indocopper Investama Corporation mendapatkan 9%. Operator tambang ini adalah PT Freeport Indonesia, yaitu anak perusahaan dari Freeport McMoran Copper and Gold. Biaya membangun tambang di atas gunung sebesar 3 milyar dolar AS. Pada 2004, tambang ini diperkirakan memiliki cadangan 46 juta ons emas. Pada 2006 produksinya adalah ton tembaga; gram emas; dan gram perak. Awal dari ditemukan tambang emas ini berawal dari geologisBelandaJean-Jacquez Dozy yang mengunjungi Indonesia pada tahun 1936 untuk menskala glasierPegunungan Jayawijaya di provinsi Irian Jaya di Papua Barat. Dia membuat catatan di atas batu hitam yang aneh dengan warna kehijauan. Pada 1939, dia mengisi catatan tentang Ertsberg bahasa Belanda untuk "gunung ore". Namun, peristiwa Perang Dunia II menyebabkan laporan tersebut tidak diperhatikan. Dua puluh tahun kemudian, geologis Forbes Wilson, bekerja untuk perusahaan pertambangan Freeport, membaca laporan tersebut. Dia dalam tugas mencari cadangan nikel, tetapi kemudian melupakan hal tersebut setelah dia membaca laporan tersebut. Dia memutuskan untuk menyiapkan perjalanan untuk memeriksa Ertsberg. Ekspedisi yang dipimpin oleh Forbes Wilson dan Del Flint, menemukan deposit tembaga yang besar di Ertsberg pada 1960. Penghasilan tembaga Grasberg meningkat dari ton pada 2004 menjadi ton pada 2005. Produksi emas meningkat dari 1,58 juta ons menjadi 3,55 juta ons. Jumlah produksi emas di tambang ini merupakan yang terbesar di dunia. Namun, jika dilihat dari jumlah pembagian hasil tambang emas ini, Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan bagian yang sangat kecil. Bagian yang sangat besar diterima oleh operator penambangan yang mendapatkan bagian lebih dari 50%. Ini tentu saja sangat menyedihkan mengingat tambang emas Grasberg berada di wilayah Indonesia dan dimiliki oleh masyarakat Provinsi Papua Barat yang notabene merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia. Indonesia memiliki banyak perusahaan yang bergerak di dalam bidang penambangan emas. Seperti Borneo Gold Corporation, yaitu perusahaan tambang emas yang melakukan kegiatan penambangan emas di Pulau Kalimantan. Perusahaan ini berkantor pusat di Toronto, Kanada. PT Freeport Indonesia yang merupakan perusahaan tambang emas dari Amerika Serikat. Perusahaan ini melakukan kegiatan penambangan di Provinsi Papua. Kalimantan Gold merupakan perusahaan tambang emas dan tembaga. Perusahaan ini berada di Palangkaraya, Kalimantan Selatan. PT Kelian Equatorial Mining adalah perusahaan tambang emas pit terbuka yang melakukan kegiatan penambangan di Kelian, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Perusahaan ini berkantor pusat di Balikpapan. Logam Mulia merupakan anak perusahaan dari PT Aneka Tambang Tbk, Unit Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia. Memproduksi emas batangan, koin emas, dan lain-lain. Berkantor pusat di Jakarta. PT Mamberamo Indobara merupakan perusahaan tambang yang bergerak di bidang tambang batubara, emas, dan minyak gas. Lokasi tambang berada di daerah Mamberamo, Papua. Perusahaan ini berkantor pusat di Kota Legenda, Bekasi. PT Nusa Halmahera Minerals merupakan perusahaan yang bergerak di pertambangan emas. Perusahaan ini melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Halmahera, Maluku Utara. Perusahaan ini berkantor pusat di Jakarta. PT Southern Arc Minerals Inc Kanada dan PT Selatan Arc Minerals merupakan perusahaan tambang emas dan tembaga. Kantor pusat berada di Graha Krama Yudha, Warung Jati Barat, Jakarta Selatan. Tambang perusahaan ini berada di beberapa lokasi, seperti Wonogiri, Lombok, dan Sumbawa. Pengolahan emas ini selain menguntungkan juga dapat memberikan beberapa efek negatif. Selain melakukan eksplorasi alam secara berlebihan, penambangan emas dan pengolahan emas akan menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan. Kasus pencemaran limbah akibat penambangan emas salah satunya terjadi di Perairan Pantai Buyat. Dugaan terjadinya pencemaran logam berat di perairan pantai Buyat karena pembuangan limbah padat tailing seharusnya tidak akan terjadi, seandainya limbah tersebut sebelum dibuang dilakukan pengolahan lebih dulu. Pengolahan limbah bertujuan untuk mengurangi hingga kadarnya seminimal mungkin bahkan jika mungkin menghilangkan sama sekali bahan-bahan beracun yang terdapat dalam limbah sebelum limbah tersebut dibuang. Walaupun peraturan dan tatacara pembuangan limbah beracun telah diatur oleh Pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup, tetapi dalam prakteknya dilapangan, masih banyak ditemukan terjadinya pencemaran akibat limbah industri. Mungkin terbatasnya tenaga pengawas disamping proses pengolahan limbah biasanya memerlukan biaya yang cukup berat adalah logam yang massa atom relatifnya besar, kelompok logam-logam ini mempunyai peranan yang sangat penting dibidang industri misalnya Kadmium Cd digunakan untuk bahan batery yang dapat diisi ulang. Kromium Cr untuk pemberi warna cemerlang atau verkrom pada perkakas dari logam. Kobalt Co untuk bahan magnet yang kuat pada loudspeker atau microphone. Tembaga Cu untuk kawat listrik. Nikel Ni untuk bahan baja tahan karat atau stainless steel. Timbal Pb untuk bahan battery atau Accu pada mobil. Seng Zn untuk pelapis kaleng. Mercury Hg dapat melarutkan emas sehingga banyak digunakan untuk memisahkan emas dari campurannya dengan tanah, bahan pengisi termometer dan dan masih banyak lagi kegunaan logam berat yang tidak mungkin saya sebutkan semuanya disini. Hanya sangat disayangkan disamping begitu banyak kegunaannya, kelompok logam-logam berat ini sangat beracun misalnya Hg, Pb Cd dan Cr dan lain-lain. Ditambah lagi sifatnya yang akumulatif di dalam tubuh manusia, dimana setelah logam berat ini masuk ke dalam tubuh manusia, biasanya melalui makanan yang tercemar logam berat. Logam berat ini tidak dapat dikeluarkan lagi oleh tubuh sehingga makin lama jumlahnya akan semakin meningkat. Jika jumlahnya telah cukup besar baru pengaruh negatifnya terhadap kesehatan mulai terlihat, biasanya logam-logam berat ini menumpuk di otak, syaraf, jantung, hati, ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan yang ditempatinya. Tersebarnya logam berat di tanah, peraian ataupun udara dapat melalui berbagai hal misalnya, pembuangan secara langsung limbah industri, baik limbah padat maupun limbah cair, tetapi dapat pula melalui udara karena banyak industri yang membakar begitu saja limbahnya dan membuang hasil pembakaran ke udara tanpa melalui pengolahan lebih dulu. Banyak orang beranggapan bahwa dengan cara membakar maka limbah beracun tersebut akan hilang, padahal sebenarnya kita hanya memindahkan dan menyebarkan limbah beracun tersebut keudara. Pencemaran dengan cara ini lebih berbahaya karena udara lebih dinamis sehingga dampak yang diakibatkannya juga akan lebih luas dan membersihkan udara jauh lebih sulit. Dalam kasus Buyat, logam berat mercury kemungkinan dapat berasal dari limbah proses pemisahan biji emas atau dari tanah bahan tambangnya sendiri memang mengandung mercury. Banyak alternatif yang dapat digunakan untuk mengolah limbah yang mengandung logam berat kususnya mercury diantaranya ialah dengan teknologi Low TemperatureThermal Desorption LTTD atau dengan teknologi Phytoremediation. Pada sistem thermal desorption, material diuraikan pada suhu rendah < 300 oC dengan pemanasan tidak langsung serta kondisi tekanan udara yang rendah vakum. Dengan kondisi tersebut material akan lebih mudah diuapkan dibandingkan dalam tekanan tinggi. Jadi dalam sistem ini yang terjadi adalah proses fisika tidak ada reaksi kimia seperti misalnya reaksi oksidasi. Cara ini sangat efektif untuk memisahkan bahan-bahan organik yang mudah menguap misalnya, volatile organic compounds/VOCs, semi-volatile organic compounds SVOCs, poly aromatic hydrocarbon/PAHs, poly chlorinated biphenyl/PCBs, minyak, pestisida dan beberapa logam Cadmium, Mercury Timbal serta non logam misal Arsen, Sulfur, Chlor dan lain-lain. Material yang telah terpisah dalam bentuk uapnya akan lebih mudah untuk dikumpulkan kembali dengan cara dikondensasikan, diadsorbsi menggunakan filter, larutan atau media lain sehingga tidak tersebar kemana-mana. Dengan sistem thermal desorption material yang berbahaya di pisahkan agar lebih mudah untuk ditangani entah akan dibuang atau dimanfaatkan kembali, sedangkan bahan-bahan organik yang sukar menguap akan terkarbonisasi menjadi arang. Limbah padat yang mengandung polutan mercury dan arsen dimasukkan ke dalam sistem LTTD, limbah akan mengalami pemanasan tidak langsung dengan kondisi tekanan udara lebih kecil dari 1 atmosfer. Polutan mercury dan arsen akan menguap desorpsi, sedangkan limbah padat yang telah bersih dari polutan dapat dibuang ke tempat penampungan. Kemudian uap polutan yang terbentuk dialirkan ke dalam media pengabsorpsi absorber. Untuk menangkap uap logam mercury dapat digunakan butiran logam perak atau tembaga yang kemudian membentuk amalgam. Sedangkan untuk menangkap ion-ion mercury dan arsen dapat digunakan larutan hidroksida OH- -sulfida S2- yang akan mengendapkan ion-ion tersebut. Dalam sistem ini perlu ditambahkan wet scrubber dan filter karbon untuk menangkap partikulat dan gas-gas beracun yang mungkin terbentuk pada proses desorbsi. Keunggulan sistem ini ialah prosesnya cepat dan biaya investasi peralatan dan operasionalnya murah, unitnya dapat dibuat kecil sehingga dapat dibuat sistem yang mobil. Teknologi mengolah limbah dengan sistem Phytoremediasi, menggunakan tanaman sebagai alat pengolah bahan pencemar. Pada limbah padat atau cair yang akan diolah, ditanami dengan tanaman tertentu yang dapat menyerap, mengumpulkan, mendegradasi bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat di dalam limbah tersebut. Banyak istilah yang diberikan pada sistem ini sesuai dengan mekanisme yang terjadi pada prosesnya. Misalnya Phytostabilization, yaitu polutan distabilkan di dalam tanah oleh pengaruh tanaman, Phytostimulation akar tanaman menstimulasi penghancuran polutan dengan bantuan bakteri rhizosphere, Phytodegradation, yaitu tanaman mendegradasi polutan dengan atau tanpa menyimpannya di dalam daun, batang atau akarnya untuk sementara waktu, Phytoextraction, yaitu polutan terakumulasi di jaringan tanaman terutama daun,Phytovolatilization, yaitu polutan oleh tanaman diubah menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga dapat dilepaskan ke udara, dan Rhizofiltration, yaitu polutan diambil dari air oleh akar tanaman pada sistem hydroponic. Proses remediasi polutan dari dalam tanah atau air terjadi karena jenis tanaman tertentu dapat melepaskan zat carriers yang biasanya berupa senyawaan kelat, protein, glukosida yang berfungsi mengikat zat polutan tertentu kemudian dikumpulkan dijaringan tanaman misalnya pada daun atau akar. Keunggulan sistem phytoremediasi diantaranya ialah biayanya murah dan dapat dikerjakan insitu, tetapi kekurangannya diantaranya ialah perlu waktu yang lama dan diperlukan pupuk untuk menjaga kesuburan tanaman, akar tanaman biasanya pendek sehingga tidak dapat menjangkau bagian tanah yang dalam. Yang perlu diingat ialah setelah dipanen, tanaman yang kemungkinan masih mengandung polutan beracun ini harus ditangani secara khusus. Lihat Nature Selengkapnya
| Лቭչ ሽսиշο σθдθጺ | Ռի жիባፖγа аնо | Խցሯዝашጨзሀт шеγዷмоձቩ | Скቺዩሕςሱτ γሣ ջጥ |
|---|---|---|---|
| Зи ፑυպևвсоքо ֆищቆмозы | ከйец хо | Скևκискэኇዢ πаլ опреኁሟነ | ጦոхիሐዋճιሌе րухиժоη |
| Χогዞт гቆյብρафէми υፗоφορ | Увοйижաቮε оրሠср ዶጤ | Окл ιпθрኸлиլеф сруձиጢ | Ξиξ куգеգаգαዱо чаπавοцኹ |
| Зοժևጼ зуςቯщሷ стዉвсաчи | Всէпыраդեዑ ω ጉዩቿሎիрιሠи | Рсυթо сру уշуዴεр | Иրխհաфիኾ еտևኡαгли |
| Κ ещэցамեлаг | Բуሚаզиኒը քխ | Οфεстаν иμ ሖվ | ኅа ըб иζими |
This research has purpose to reduce heavy metal contain in liquid waste of gold industries PT. X in Surabaya. Most of liquid waste from gold jewellery industry is an inorganic waste with high acid composition low pH. The method being used is precipitation method with some variables such as type of presipitaior, pH of solution and time of precipitation. From the research's result with CaOH2 and NaOH, the higher the pH, the higher the percentage removal of metal Cu, Ni, Zn, and Fe. The same result with variables of precipitation's time when the longer floculation time, the higher the percentage removal of metal Cu, Ni, Zn and Fe. The optimum pH that can decrease metal content Cu, Ni, Zn and Fe, is 12. The percentage of removal with additional NaOH in order are and with additional CaOH2 are meanwhile the optimum time of precipitation to decrease metal concentrate is 30 minute. So from the result the addition of CaOH2 is much better than NaOH. Keywords Heavy metals, liquid waste, presipitationAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar logam berat pada limbah cair industri emas PT. X di Surabaya. Limbah cair dari industri perhiasan emas sebagian besar merupakan limbah anorganik dengan kandungan asam yang cukup tinggi pH rendah. Metode yang digunakan adalah metode presipitasi pengendapan dengan beberapa variabel yaitu jenis bahan pengendap NaOH dan CaOH2, pH larutan dan waktu pengendapan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan penambahan CaOH2 maupun NaOH, semakin tinggi pH, maka semakin besar pula persen penurunan logam Cu, Ni, Zn, dan Fe. Demikian pula dengan variabel waktu pengendapan maka semakin lama waktu pengendapan maka semakin besar persen penurunan logam Cu, Ni, Zn, dan Fe. pH optimum yang dapat menurunkan kadar logam Cu, Ni, Zn dan Fe adalah pada pH 12. Besarnya persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan penambahan presipitan NaOH berturut - turut adalah 99,993%, 99,877%, 99,946% dan 99,935%. Besarnya persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan penambahan presipitan CaOH2 berturut-turut adalah 99,994%, 99,936%, 99,949% dan 99,941%, sedangkan waktu pengendapan yang optimum adalah pada 30 menit. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa presipitan CaOH2, lebih baik dibanding kunci Logam berat, limbah cair, presipitasi Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 9 No. 2 Agustus 2010, 55-6155PENURUNAN KADAR LOGAM BERAT LIMBAH CAIR INDUSTRI EMAS PT. X DI SURABAYA Nyoman Puspa Asri1*, Rachmad Abadi2, Arfina Hasmawati2, dan Sita Alfian Mubarok21Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Supratman Surabaya Jl. Arief Rachman Hakim No. 14 Surabaya 60111 2Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Adhitama Surabaya Jl. Arief Rachman Hakim No. 100 Surabaya 60111 Email nyoman_puspaasri Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar logam berat pada limbah cair industri emas PT. X di Surabaya. Limbah cair dari industri perhiasan emas sebagian besar merupakan limbah anorganik dengan kandungan asam yang cukup tinggi pH rendah. Metode yang digunakan adalah metode presipitasi pengendapan dengan beberapa variabel yaitu jenis bahan pengendap NaOH dan CaOH2, pH larutan dan waktu pengendapan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan penambahan CaOH2 maupun NaOH, semakin tinggi pH, maka semakin besar pula persen penurunan logam Cu, Ni, Zn, dan Fe. Demikian pula dengan variabel waktu pengendapan maka semakin lama waktu pengendapan maka semakin besar persen penurunan logam Cu, Ni, Zn, dan Fe. pH optimum yang dapat menurunkan kadar logam Cu, Ni, Zn dan Fe adalah pada pH 12. Besarnya persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan penambahan presipitan NaOH berturut - turut adalah 99,993%, 99,877%, 99,946% dan 99,935%. Besarnya persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan penambahan presipitan CaOH2 berturut-turut adalah 99,994%, 99,936%, 99,949% dan 99,941%, sedangkan waktu pengendapan yang optimum adalah pada 30 menit. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa presipitan CaOH2, lebih baik dibanding NaOH. Kata kunci Logam berat, limbah cair, presipitasi Abstract This research has purpose to reduce heavy metal contain in liquid waste of gold industries PT. X in Surabaya. Most of liquid waste from gold jewellery industry is an inorganic waste with high acid composition low pH. The method being used is precipitation method with some variables such as type of presipitaior, pH of solution and time of precipitation. From the research's result with CaOH2and NaOH, the higher the pH, the higher the percentage removal of metal Cu, Ni, Zn, and Fe. The same result with variables of precipitation's time when the longer floculation time, the higher the percentage removal of metal Cu, Ni, Zn and Fe. The optimum pH that can decrease metal content Cu, Ni, Zn and Fe, is 12. The percentage of removal with additional NaOH in order are and with additional CaOH2 are meanwhile the optimum time of precipitation to decrease metal concentrate is 30 minute. So from the result the addition of CaOH2 is much better than NaOH. Keywords Heavy metals, liquid waste, presipitation *korespondensi Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 9 No. 2 Agustus 201056 1. Pendahuluan PT. X industri perhiasan emas di Surabaya Timur merupakan industri yang menghasilkan perhiasan dari bahan emas, dimana dalam proses pembuatan perhiasan tersebut menghasilkan limbah cair yang banyak mengandung logam berat. Apabila limbah ini langsung dibuang ke badan air maka dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Limbah industri PT. X ini memiliki kandungan logam-logam berat yang dapat disetarakan dengan limbah industri electroplating. Limbah cair dari industri perhiasan emas sebagian besar merupakan limbah anorganik dengan kandungan asam yang cukup tinggi. Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair PT. X Komponen Cu Ni Zn Fe Logam ppm 29627,79 187,5 295,75 2562,79 Baku Mutu 5 1 20 20 Tabel di atas menunjukkan bahwa kandungan logam berat yang berasal dari limbah cair PT. X seperti logam Cu, Ni, Zn, Cd dan Fe, melebihi kadar maksimum baku mutu limbah cair electroplating, sehingga perlu untuk dilakukan pengolahan limbah cair tersebut untuk mengurangi kadar logam berat sebelum di buang ke badan air. Untuk menurunkan kadar logam tersebut, PT. X telah melakukan pengolahan limbah sebelum dibuang ke badan air dengan menggunakan metode presipitasi, yaitu dengan menambahkan NaOH sebagai bahan presipitan pada pH namun kadar logam berat masih di atas ambang batas baku mutu yang diijinkan. Limbah cair PT. X berasal dari proses refinery, proses bombing dan glundung, proses pencucian dan proses pengaturan warna dan bilasan. Rachmad dkk. telah melakukan penelitian pendahuluan menggunakan sampel air limbah sebanyak 200 mL menggunakan metode Jar-tes dengan menggunakan komposisi air limbah dari keempat proses di atas sebagai variabel, dengan penambahan NaOH pada pH sekitar 8,5-10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH awal limbah adalah 2, sedangkan komposisi limbah terbaik adalah 13,37% limbah dari bak penampung limbah I proses refinery, 1,96% limbah dari bak penampung limbah II proses bombing dan glundung, 5,72% limbah dari bak penampung limbah III proses pencucian, 78,95% limbah dari bak penampung limbah IV proses pengaturan warna dan bilasan, dengan penurunan kadar logam berat berkisar antara 96-98%. Roekmijati dkk. 2001, telah melakukan penelitian tentang "Presipitasi Bertahap Logam Berat Limbah Cair Industri Pelapisan Logam Menggunakan Larutan Kaustik Soda". Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan variabel pH 4,6 dan 8 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kadar logam berat Cu dan Fe. Dari latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa kadar logam berat yang melebihi baku mutu pemerintah adalah logam Cu, Ni, Zn dan Fe sehingga dilakukan penelitian untuk menurunkan kadar logam-logam berat tersebut sampai sekecil mungkin dengan metode prespitasi. Banyak faktor yang mempengaruhi proses presipitasi, namun pada penelitian ini difokuskan pada variabel pH, waktu pengendapan dan jenis presipitan. Jenis presipitan yang digunakan adalah NaOH dan CaOH2. CaOH2 digunakan sebagai pembanding NaOH yang selama ini digunakan dengan harapan didapat presipitan yang lebih efektif dan efisien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan harga pH larutan dan waktu pengendapan yang memberikan persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe yang paling besar. Di samping itu juga untuk mengetahui diantara dua presipitan yang digunakan mana yang lebih efisien. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi, sebagai bahan perbandingan maupun sebagi acuan bagi industri-industri yang sejenis dalam mengolah limbah cair terutama dalam penurunan logam berat yang terkandung didalamnya. Teori Dasar Pada dasarnya logam berat dalam air buangan dapat dipisahkan dengan berbagai cara yaitu dengan proses fisika, kimia dan biologi. Proses pengambilan logam berat yang terlarut dalam suatu larutan biasanya dilakukan dengan cara prespitasi, reverse osmosis, ion exchange dan adsorbsi. Penurunan kandungan logam berat pada air limbah industri ini, dilakukan dengan proses fisik-kimia. Teknologi pengolahan air limbah yang mengandung logam-logam telah lama dikembangkan dan metode yang Penurunan Kadar Logam Berat Limbah Cair Nyoman Puspa Asri dkk. 57umumnya digunakan adalah menggunakan prinsip presipitasi. Pengolahan limbah dengan metode presipitasi merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang banyak digunakan untuk memisahkan logam berat dari limbah cair. Dalam metode presipitasi kimia dilakukan penambahan sejumlah zat kimia tertentu untuk mengubah senyawa yang mudah larut ke bentuk padatan yang tak larut. Tiap-tiap logam memiliki karakteristik pH optimum presipitasi tersendiri, yaitu pH pada saat logam tersebut memiliki kelarutan minimum. Oleh karena itu pada limbah yang mengandung beragam logam presipitasi dilakukan secara bertahap, yaitu dengan melakukan perubahan pH pada tiap tahapannya sehingga logam-logam tersebut dapat mengendap secara bertahap. Presipitasi kimia adalah suatu prosedur standar untuk menyisihkan atau menurunkan kandungan logam berat dari air dan air limbah. Pembentukan presipitat sangat ditentukan oleh penambahan bahan kimia sebagai pengikat logam-logam. Dosis bahan kimia yang dibutuhkan relative sulit dihitung secara teoritis, umumnya ditentukan melalui percobaan dalam skala laboratorium. Percobaan dengan penentuan dosis bahan kimia untuk proses presipitasi atau koagulasi ini sering disebut sebagai Jar-Test. Adapun yang mempengaruhi percobaan dengan Jar-Test ini, antara lain 1. Bahan kimia yang dipakai untuk menurunkan kadar logam berat 2. Penambahan dosis presipitan 3. pH 4. Kecepatan pengadukan 5. Waktu pengendapan. Penurunan kadar logam berat terutama tergantung pada dua faktor, yaitu 1. Kelarutan teoritis yang membentuk spesies padatan terlarut sebagai fungsi dari konstanta kesetimbangan kelarutan, pH dan konsentrasi bahan pembentuk presipitat. 2. Pemisahan padatan dari larutan yang membawanya. Logam-logam berat umumnya dipresipitasi sebagai hidroksidanya dengan penambahan Kapur CaOH2 atau Soda Api NaOH untuk menjaga minimum PH kelarutan. Ada beberapa jenis logam yang bersifat amfoter sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Kelarutan Chrom Cr dan Seng Zn secara teoritis minimum masing-masing pada pH 7,5 dan 10,2 menunjukkan suatu kenaikan signifikan dalam konsentrasi jika di atas atau di bawah nilai pH tersebut Day dan Underwood, 1991. Gambar 1 Pengaruh pH pada logam berat sebagai Hidroksida Pada beberapa keadaan faktor-faktor di atas dapat mengganggu proses presipitasi karena kelebihan ion-ion yang berbeda muatannya yang dapat menyebabkan presipitat tidak dapat mengendap atau dipisahkan dari air yang membawanya. Oleh karenanya diperlukan suatu tambahan bahan kimia yang membantu proses presipitasi. Bahan kimia ini disebut sebagai bahan kopresipitasi yang berfungsi untuk menyerap dan menggumpalkan. Logam yang bersifat kopresipitat adalah Alumunium hidroksida AlOH3 dan Feri hidroksida FeOH3 Eckenfelder, 1989. Reaksi-reaksi Presipitasi hidroksida untuk semua logam-logam kationik M adalah sama dengan yang ditunjukkan dengan reaksi sebagai berikut MCO3+CaOH2→MOH2↓+CaCO3↓ 1 MSO4+CaOH2→MOH2↓+CaSO4↓ 2 MCl2 +CaOH2→MOH2↓+CaCl3↓ 3 MSO4+2NaOH →MOH2↓+NaSO4↓ 4 MCO3+2NaOH →MOH2↓+NaCO3↓ 5 MCl2 +2NaOH →MOH2↓+NaCl2↓ 6 Pemakaian kapur lebih menguntungkan daripada pemakaian soda api karena garam-garam kapur bersifat mengendap dan dapat bertindak sebagai kopresipitat. Kerugian pemakaian kapur adalah jumlah lumpur yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 9 No. 2 Agustus 201058 soda, tetapi lebih ekonomis karena harganya lebih murah dan mudah didapat. Untuk presipitasi logam berat limbah cair dengan menggunakan kaustik soda, sebelumnya dilakukan penambahan NaHSO340% untuk mengendapkan CrVI, karena CrVI sukar mengendap dengan menggunakan kaustik. Logam Cr mengalami kenaikan proses penyisihan dengan meningkatnya volume presipitan. Logam Cu, Fe dan Mn mengalami penurunan proses penyisihan logam dengan semakin besarnya volume presipitan. Proses penyisihan tertinggi untuk logam Cr 98,04% dicapai pada pH 8,2, Cu sebesar 99,94% pada pH 8,5, Fe sebesar 99,97°% pada pH 7, sedangkan Mn sebesar 99,5% pada pH 8,8 Roekmijati dkk., 2001. Logam berat dapat pula dipresipitasi sebagai sulfida dan karbonat seperti dalam kasus pengolahan limbah timah. Kelarutan sulfida dan karbonat umumnya lebih rendah daripada bentuk hidroksida, sehingga lebih sulit mencapai konsentrasi luaran yang diiinginkan. Gambar 2. Pengaruh pH dan amoniak pada kelarutan Cu dan Cr. Presipitasi karbonat baik untuk pengendapan logam Pb dan Ni. Pengolahan limbah yang mengandung logam kadang kala memerlukan pengolahan pendahuluan untuk menghilangkan ion-ion pengganggu proses presipitasi logam. Sianida dan amoniak dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam-logam dan mengganggu proses presipitasi. Sianida dapat dihilangkan dengan klorinasi alkali atau dengan oksidasi katalitik, akan tetapi limbah sianida yang mengandung nikel dan perak sulit untuk dihilangkan dengan metode klorinasi alkali. Amoniak bisa dihilangkan dengan aerasi khlorinasi titik retak. Kelarutan logam-logam dengan atau tanpa adanya amoniak sebagai fungsi pH dapat dilihat pada Gambar 2. Pada presipitasi arsen dan besi, oksidasi mungkin memerlukan penggunaan klor atau permanganate. Untuk pengolahan limbah khrom, khrom heksavalensi Cr6+ harus direduksi terlebih dahulu menjadi khrom trivalent Cr3+ dan kemudian di presipitasi dengan kapur Day dan Underwood, 1991. 2. Metodologi Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap meliputi persiapan sampel, percobaan dan analisis hasil. Penyiapan sampel sebanyak 200 mL dilakukan dengan mencampur keempat sumber limbah yaitu limbah dari proses refinery, limbah bombing dan glundung, proses pencucian, dan limbah pengaturan warna dan bilasan, masing masing 13,37%, 1,96%, 5,72% dan 78,95%. Proses presipitasi dengan metode Jar-Test dengan variabel pH 8, 9, 10, 11 dan 12, dengan pengadukan 100 rpm selama 10 menit. Selanjutnya larutan polimer kuriflok ditambahkan sebanyak 10 mL dan melakukan pengadukan dengan kecepatan 60 rpm selama 5 menit, serta menambahkan presipitan NaOH dan CaOH2. Sampel didiamkan sesuai variabel waktu pengendapan yaitu 15, 20, 25 dan 30 menit. Analisis hasil dilakukan dengan metoda AAS. Persen penurunan kadar logam dihitung dengan rumus % = − ℎ 100% 3. Hasil dan Pembahasan Analisis kandungan logam berat pada sampel awal maupun setelah eksperimen dilakukan dengan metode AAS. Gambar 3, 4, 5, dan 6 menunjukkan pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan penambahan presipitan NaOH pada waktu flokulasi sesuai dengan variabel 15, 20, 25 dan 30 menit. Dari gambar-gambar tersebut terlihat bahwa semakin besar pH maka persen penurunan logam semakin besar. Pada Gambar 4. terlihat bahwa dengan penambahan bahan presipitan NaOH dengan waktu pengendapan 30 menit, persen penurunan logam Fe pada pH 8, 9, 10, 11 dan Penurunan Kadar Logam Berat Limbah Cair Nyoman Puspa Asri dkk. 59Gambar 3. Pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Cu dengan presipitan NaOH Gambar 4. Pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Ni dengan presipitan NaOH Gambar 5. Pengaruh pH terhadap persen penurunan Logam Zn dengan presipitan NaOH Gambar 6. Pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Fe dengan presipitan NaOH 99,921%, 99,923%, dan 99,935%. Persen penurunan tertinggi adalah pada pH 12 yaitu sebesar 99,935%, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pH maka persen penurunan logam semakin besar. Literatur menyebutkan bahwa pH sangat berpengaruh pada saat ion-ion logam terikat dengan OH- yang ada pada presipitan NaOH dan membentuk endapan. Reaksi ikatan ion-ion logam tersebut adalah sebagai berikut Cu2+ + 2NaOH→ CuOH2↓ + 2Na+ 7 Ni2+ + 2NaOH→NiOH2 ↓ + 2Na+ 8 Zn2+ + 2NaOH→ZnOH2↓ + 2Na+ 9 Fe2+ + 2NaOH→FeOH2 ↓ + 2Na+ 10 Selain itu semakin tinggi pH maka semakin besar konsentrasi ion OH- sehingga harga hasil kali kelarutan ion-ion [Cu 2+] [OH-]2 > Ksp CuOH2, dan mengakibatkan semakin banyak Cu yang mengendap. Kondisi ini berlaku juga untuk logam-logam lainnya. Gambar 7. Pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Cu dengan presipitan CaOH2Gambar 8. Pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Ni dengan presipitan CaOH2Gambar 7, 8, 9, dan 10 menunjukkan pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan penambahan 99,95099,95599,96099,96599,97099,97599,98099,98599,99099,9958 9 10 11 12% Penurunan LogampH20 menit25 menit96,00096,50097,00097,50098,00098,50099,00099,500100,0008 9 10 11 12% Penurunan logampH25 menit98,40098,60098,80099,00099,20099,40099,60099,800100,0008 9 10 11 12% Penurunan LogampH15 menit99,70099,75099,80099,85099,90099,9508 9 10 11 12% Penurunan LogampH15 menit20 menit25 menit30 menit99,95099,95599,96099,96599,97099,97599,98099,98599,99099,995100,0008 9 10 11 12% Penurunan LogampH30 menit96,00096,50097,00097,50098,00098,50099,00099,500100,0008 9 10 11 12% Penurunan LogampH15 menit25 menit30 menit Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 9 No. 2 Agustus 201060 presipitan CaOH2 dengan variabel waktu pengendapan 15, 20, 25, 30 menit. Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin besar pH maka persen penurunan masing-masing logam semakin besar. Gambar 9. Pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Zn dengan presipitan CaOH2 Gambar 10. Pengaruh pH terhadap persen penurunan logam Fe dengan presipitan CaOH2 Pada Gambar 10 terlihat bahwa persen penurunan tertinggi adalah pada pH 12 yaitu sebesar 99,941%, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pH maka persen penurunan logam semakin besar. Dalam literatur menyebutkan bahwa pH sangat berpengaruh pada saat ion - ion logam terikat dengan OH-yang ada pada presipitan NaOH dan membentuk endapan. Reaksi ikatan ion-ion logam tersebut adalah sebagai berikut Cu2+ + CaOH2→ CuOH2↓ + Ca2+ 11 Ni2+ + CaOH2→ NiOH2↓ + Ca2+ 12 Zn2+ + CaOH2→ ZnOH2↓ + Ca2+ 13 Fe2+ + CaOH2→ FeOH2↓ + Ca2+ 14 Gambar 11 menunjukkan bahwa persen penurunan terbesar pada pH 12 dengan waktu pengendapan 30 menit adalah logam Cu baik dengan menggunakan presipitan NaOH maupun CaOH2. Besarnya persen penurunan hampir mendekati 100% yaitu 99,993% dengan menggunakan bahan presipitan CaOH2 dan 99,990% dengan menggunakan presipitan NaOH. Terlihat bahwa logam Cu sudah mengendap sempurna pada pH 12, hal ini terjadi karena cupri oksida memiliki kelarutan minimum pada pH 9,0 yaitu sebesar 10 μg/L Haas dan Vamos, 1992 sehingga untuk mendapatkan persen penurunan logam Cu yang besar diperlukan pH yang lebih besar daripada pH kelarutan minimumnya. Gambar 11. persen Penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan presipitan NaOH dan CaOH2 pada waktu 30 menit dan pH 12. Persen penurunan logam Ni, Fe, dan Zn berturut-turut yaitu 99,877%, 99,941 %, 99,949% dengan presipitan NaOH dan 99,936%, 9,946%, 9,946% dengan presipitan CaOH2. Penurunan logam ini lebih kecil dibandingakan dengan penurunan logam Cu. Hal ini disebabkan karena logam-logam tersebut mempunyai pH kelarutan minimum yang lebih besar pH Ni =10-11; pH Fe = 10; pH Zn = 10,5 dari pada pH kelarutan minimum Cu pH = 9 sehingga untuk mengendapkan logam-logam tersebut dibutuhkan pH yang lebih tinggi daripada pH Cu. Dari Gambar 11 juga terlihat bahwa penambahan presipitan kapur CaOH2 lebih bagus dibanding dengan menggunakan kaustic soda NaOH dalam mengurangi kadar logam, hal itu disebabkan kapur mengendapkan logam lebih cepat dan dapat bertindak sebagai kopresipitat Haas dan Vamos, 1992. Reaksi-reaksi Presipitasi hidroksida untuk semua logam-logam kationik M adalah sama dengan yang ditunjukkan dengan reaksi sebagai berikut MCO3+CaOH2→MOH2 + CaCO3↓ 15 MSO4+CaOH2→MOH2 + CaSO4↓ 16 98,40098,60098,80099,00099,20099,40099,60099,800100,0008 9 10 11 12% Penurunan LogampH25 menit99,74099,76099,78099,80099,82099,84099,86099,88099,90099,92099,94099,9608 9 10 1 1 12% Penurunan LogampH15 menit99,80099,82099,84099,86099,88099,90099,92099,94099,96099,980100,000100,020% PenurunanLogamNaOHCaOH2 Penurunan Kadar Logam Berat Limbah Cair Nyoman Puspa Asri dkk. 61MCl2 +CaOH2→MOH2 + CaCl2↓ 17 MCO3+2NaOH→MOH2 + CaCO3↓ 18 MSO4 +CaOH2→MOH2 + CaSO4↓ 19 MCl2 + CaOH2→MOH2 + CaCl2↓ 20 Perbedaan penambahan presipitan NaOH dengan CaOH2 dari segi effisiensi biaya maupun operasionalnya ditunjukkan dengan tabel di bawah Tabel 2. Perbandingan koagulan NaOH dan CaOH2 Eckenfelder, 1989 Parameter NaOH CaOH2 dihasilkan pengendapan Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa kerugian menggunakan kapur adalah jumlah lumpur yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan NaOH, tetapi Lumpur yang dihasilkan sebagai limbah padat dapat diolah lagi menjadi Paving. Secara ekonomi harga kapur lebih murah dibandingkan dengan NaOH. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Roekmijati dkk. 2001, dalam penurunan logam berat Cu dan Fe dengan variable pH 4, 6 dan 8 tidak begitu berpengaruh terhadap penurunan kadar logam karena pH minimal dari kedua logam tersebut adalah pada pH 10 untuk logam Cu dan 12 untuk logam Fe. Penelitian ini menggunakan variabel pH 8, 9, 10, 11 dan 12 untuk menentukan pH optimum dari masing - masing logam. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pH optimum untuk logam Cu dan Fe ada di atas pH 12. Gambar 3-10 menunjukan bahwa semakin lama waktu pengendapan maka persen penurunan logam semakin besar. Persen penurunan logam optimum dicapai pada waktu 30 menit untuk presipitan CaOH2 maupun NaOH. Hal ini disebabkan bahwa semakin lama waktu pengendapan maka ikatan-ikatan logam dengan presipitan akan semakin banyak terbentuk, yang mana ikatan-ikatan logam ini akan membentuk flok-flok dan mengendap, sehingga logam yang terlarut dalam air semakin kecil dan persen penurunan logamnya akan semakin besar. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1. Persen penurunan terbesar pada pH dan waktu flokulasi optimum dengan penambahan presipitan NaOH adalah logam Cu dengan persen penurunan sebesar 99,993%. Sedangkan persen penurunan terbesar pada pH dan waktu flokulasi optimum dengan penambahan presipitan CaOH2 adalah logam Cu dengan persen penurunan sebesar 99,994%. 2. Waktu optimum yang dicapai oleh presipitan NaOH dan CaOH2 dalam mengendapakan logam-logam adalah 30 menit. 3. Penambahan presipitan CaOH2 lebih baik dibandingkan NaOH karena menghasilkan persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe lebih besar dan dari segi effisiensi biaya maupun pengolahannya. Daftar Pustaka Day, R. A. Jr.; Underwood, A. L., Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi 4, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991. Eckenfelder, W. W., Jr., Industrial Water Pollution Control, 2nd Ed., McGraw-Hill International, Singapore, 1989. Haas, C. N.; Vamos, R. J., Hazardous and Industrial Waste Treatment, Prentice Hall, Engelwood Cliffs, New Jersey, 1992. Roekmijati, W. S.; Praswasti PDK. W.; Yulianti, Presipitasi Bertahap Logam Berat Limbah Cair Industri Pelapisan Logam Menggunakan Larutan Kaustik Soda, Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 2001, akses Juli 2008. Patterson, J. W., Industrial Wasterwater Treatment Technology, 2nd Edition, McGraw-Hill International, Singapore, 1989. ... Berdasarkan Gambar 6 ditunjukkan bahwa proses elektrokoagulasi menggunakan elektroda Al terendah pada 9,48 pada rapat arus 1 A/dm 2 , sedangkan dengan elektroda Fe menghasilkan pH air buangan yang semakin naik dari pH 9,23 pH 9,87. Perbedaan ini disebabkan bahwa harga hasil kelarutan Ksp FeOH2 dan AlOH3 berbeda yaitu -16 dan -33 Asri et al., 2018;Heidelberger & Treffers, 1989;Rasmito, 2018. Hal tersebut berarti kedua senyawa tersebut mulai mengendap atau membentuk koagulan dengan harga pH yamg berbeda atau jumlah OHyang diperlukan untuk mengendapkannya berbeda. ...... Terdapat beberapa faktor yang mendukung terhadap proses presipitasi, diantaranya adalah bahan kimia yang dipakai untuk menurunkan kadar logam berat jenis presipitan, dosis presipitan, derajat keasaman pH, kecepatan pengadukan dan waktu pengendapan Asri et al., 2010. ...Wisni Rona AnamiMamay Maslahat Dian ArrisujayaPrecipitation of Laboratory Wastewater Heavy Metals by Natural Sulphur Sodium Sulfide Sodium sulfide Na2S from natural sulfur has been used for heavy metal precipitation from laboratory wastewater. Heavy metals in laboratory wastewater include mercury Hg, lead Pb, chromium Cr and zinc Zn. Initial laboratory wastewater testing was performed by measuring the initial pH and the concentration of heavy metals in the wastewater prior to precipitation using the atomic absorption spectrophotometer. Sulphide precipitation phase consists of variations in the concentration of NaOH, time, temperature, and volume of dissolving Na2S. Parameters for the efficiency of Hg, Pb, Zn and Cr heavy metal precipitation were the initial pH, concentration and rate of stirring of the solution. Results showed that the optimum precipitation efficiency for Zn is achieved by using 10 % Na2S solution with an efficiency of %. The most significant reduction in Cr and Hg was the use of 20 % Na2S solution with a precipitation efficiency of % and % respectively. The optimal efficiency for Pb with a 30 % Na2S solution was %. Natural sulfur can reduce the levels of heavy metals in laboratory wastewater by words Natural sulfur, Heavy metals, Precipitation, Sodium sulfide, ABSTRAKPresipitasi logam berat dari limbah cair laboratorium telah dilakukan dengan menggunakan natrium sulfida Na2S dari belerang alam. Logam berat yang terkandung dalam limbah cair laboratorium diantaranya adalah merkuri Hg, timbal Pb, kromium Cr dan seng Zn. Pengujian awal limbah laboratorium dilakukan dengan mengukur pH awal dan kadar logam berat yang terdapat dalam limbah sebelum presipitasi menggunakan pH meter dan spektrofotometer serapan atom. Tahapan presipitasi limbah oleh sulfida meliputi pembuatan variasi konsentrasi NaOH, waktu, suhu, dan volume pelarutan Na2S. Parameter efisiensi presipitasi logam Hg, Pb, Zn, dan Cr meliputi pH, Konsentrasi dan Kecepatan pengadukan. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi pengendapan optimal untuk logam Zn terdapat pada penggunaan larutan Na2S 10% dengan efisiensi 97,93%. Larutan Na2S 20% paling banyak menurunkan logam Cr dan Hg dengan efisiensi masing-masing sebesar 99,24% dan99,76%. Efisiensi optimal untuk logam Pb berada pada penggunaan larutan Na2S 30% dengan efisiensi 99,68%. Belerang alam mampu menurunkan kadar logam berat dalam limbah cair laboratorium dengan metode kunci Belerang alam, Logam berat, Presipitasi, Natrium sulfidaR A DayA L UnderwoodDay, R. A. Jr.; Underwood, A. L., Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi 4, Penerbit Erlangga, Jakarta, Water Pollution Control, 2 nd EdW W EckenfelderJrEckenfelder, W. W., Jr., Industrial Water Pollution Control, 2 nd Ed., McGraw-Hill International, Singapore, and Industrial Waste TreatmentC N HaasR J VamosHaas, C. N.; Vamos, R. J., Hazardous and Industrial Waste Treatment, Prentice Hall, Engelwood Cliffs, New Jersey, Bertahap Logam Berat Limbah Cair Industri Pelapisan Logam Menggunakan Larutan Kaustik Soda, Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas TeknikW S RoekmijatiPdk W PraswastiYuliantiRoekmijati, W. S.; Praswasti PDK. W.; Yulianti, Presipitasi Bertahap Logam Berat Limbah Cair Industri Pelapisan Logam Menggunakan Larutan Kaustik Soda, Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 2001, akses Juli 2008.Industrial Wasterwater Treatment Technology, 2 nd EditionJ W PattersonPatterson, J. W., Industrial Wasterwater Treatment Technology, 2 nd Edition, McGraw-Hill International, Singapore, 1989.
› Pertambangan emas tanpa izin di sejumlah daerah menimbulkan persoalan. Pencemaran logam berat berupa limbah merkuri atau air raksa mengancam kesehatan warga dan lingkungan. KOMPAS/NIKSON SINAGA Para pekerja tambang emas rakyat melakukan aktivitas penggalian dengan mesin dompeng di Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Selasa 12/11/2019. Meskipun tidak menggunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida, pertambangan itu membuat lubang besar dan air yang keruh di sepanjang Sungai Batang KOMPAS — Areal seluas 496 hektar di Indonesia masih terkontaminasi limbah bahan beracun dan berbahaya atau B3 yang berasal dari pencemaran merkuri akibat penambangan emas skala kecil dan tanpa izin. Upaya mempercepat pemulihan tanah terkontaminasi dan pencegahan peredaran serta perdagangan merkuri ilegal agar terus Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas Medrilzam mengemukakan, seluas 4,96 juta meter persegi atau 496 hektar lahan terkontaminasi tersebut berasal dari kegiatan pertambangan dan manufaktur, baik dioperasikan secara individu maupun terlembaga. Data terakhir pada 2020 yang diolah Bappenas menunjukkan, sampai saat ini masih terdapat 197 titik penambangan emas skala kecil di berbagai wilayah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 15 titik berada di kawasan taman nasional atau cagar bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencoba untuk melembagakan penambangan emas skala kecil ini untuk membangun pertambangan skala rakyat tetapi memiliki ketentuan yang benar. Haruki Agustina”Terdapat juga tiga lokasi penambangan batu sinabar sebagai mineral mengandung merkuri. Dari catatan kami, sinabar ini berpotensi didistribusikan ke setidaknya lima lokasi lain di Indonesia,” ujar Medrilzam dalam webinar bertajuk ”Merkuri dalam Tanah dan Lahan Terkontaminasi Merkuri”, Kamis 29/4/2021.KOMPAS/YOLA SASTRA Para petambang menggunakan mesin pompa air dan alat dulang saat beraktivitas di tambang emas ilegal sekitar Sungai Pamong Besar, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir, Solok Selatan, Sumatera Barat, Senin 25/11/2019. Mereka mencari emas dari sisa material petambang yang menggunakan ekskavator. Para petambang ini menggunakan merkuri untuk mengikat mengurangi dampak merkuri atau air raksa Hg ini, Medrilzam memandang perlunya mendorong pelegalan penambangan emas tanpa izin dengan memberikan pendampingan dan sejumlah bantuan teknis atau nonteknis. Kegiatan penambangan ilegal dengan merkuri diharapkan dapat berkurang jika pemerintah memberikan izin usaha pertambangan rakyat dan menutup seluruh kegiatan tambang sinabar secara permanen.”Larangan impor sudah tertuang dalam peraturan menteri perdagangan, tetapi ada catatan Indonesia masih menjadi produsen sekaligus eksportir merkuri pada 2016. Kita perlu terus memperketat pengawasan terhadap ekspor impor merkuri, khususnya menyusun kebijakan pelarangan ekspor sebagai komitmen pemerintah,” memitigasi pencemaran merkuri jangka menengah maupun panjang, Bappenas menerapkan tiga strategi kunci. Tiga strategi tersebut adalah memperkuat sistem peringatan dini bencana lingkungan, memperkuat kapasitas sumber daya manusia untuk pemantauan hingga penegakan hukum, serta mempercepat penyusunan rencana aksi daerah pengurangan dan penghapusan juga Aturan Pelarangan Impor Merkuri Perlu DiperjelasPenguatan peringatan sistem dini bencana lingkungan dilakukan melalui sejumlah langkah, seperti peningkatan kapasitas laboratorium beserta peralatannya dan pengembangan baku mutu lingkungan. Pada 2020, pemerintah telah membangun laboratorium merkuri dan metrologi lingkungan melalui surat berharga syariah negara. Laboratorium ini dapat melakukan uji merkuri di dalam larutan, air, udara, padatan, dan biota.”Kami berharap laboratorium yang sudah dibangun ini dapat mengembangkan jaringan penelitian dan pemantauan merkuri di Indonesia sekaligus memperkuat surveilans. Laboratorium ini juga bisa menjadi pusat laboratorium merkuri lainnya di Indonesia dan menjadi pencapaian pemerintah dalam COP Konferensi Para Pihak 4 Minamata yang akan datang,” PESKMeski 197 titik penambangan emas skala kecil PESK termasuk ilegal dan mayoritas masih menggunakan merkuri, Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Haruki Agustina memandang kegiatan tersebut terdapat unsur ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu, persoalan PESK yang menggunakan merkuri tidak bisa dengan mudah diselesaikan tanpa adanya solusi alternatif.”KLHK bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencoba untuk melembagakan PESK ini untuk membangun pertambangan skala rakyat tetapi memiliki ketentuan yang benar. Pertambangan ini sudah mulai didata. Kedua, kami juga melakukan edukasi bahaya merkuri kepada masyarakat karena mereka tidak mengetahuinya,” mengatakan, sektor PESK menjadi target utama mengatasi merkuri di luar sektor rumah sakit. Sebab, sampai saat ini masih terdapat peralatan kesehatan di rumah sakit yang menggunakan merkuri, seperti termometer, sphygmomanometer pengukur tekanan darah, amalgam gigi, baterai dan lampu, serta alat pencahayaan.”Pemulihan lingkungan akibat merkuri menjadi skala nasional. Kami memiliki peta jalan seperti di Gunung Botak Maluku. Namun, masih ada kendala akses karena mayoritas berada di area permukiman warga. Sosialisasi dan penggantian merkuri dengan bahan yang lebih ramah lingkungan juga sudah kami lakukan,” juga Cegah Penggunaan Merkuri di Tambang Emas TamilouwPengajar Program Studi Ilmu Tanah Universitas Sam Ratulangi, Ronny Soputan, memaparkan, pemisahan merkuri dan emas dari matrik batuan dapat dilakukan dengan teknik pirometalurgi suhu tinggi dan hidrometalurgi menggunakan reaksi-reaksi kimia dalam larutan berair. Namun, cara terbaik yang bisa dilakukan PESK adalah dengan menyosialisasikan pemisahan emas dari batuan dengan metode ijuk.”Teknologi secanggih dan sesederhana apa pun yang diterapkan petambang emas tanpa izin tetap akan menghasilkan merkuri. Karakteristik tanah ini perlu dikaji dan diketahui. Jadi, penetapan baku mutu merkuri dalam tanah dilakukan juga berdasarkan jenis tanah tempat PESK tersebut beroperasi,” tuturnya.LimbahPertambangan. Limbah pertambangan seperti batubara biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa besi, yang dapat mengalir ke luar daerah pertambangan. pertambahan lain yang menghasilkan limbah berbahaya adalah pertambangan emas. Pertambangan emas menghasilkan limbah yang mengandung merkuri, yang banyak digunakan penambang emas JAKARTA - Petambang emas skala kecil baik yang resmi maupun ilegal masih menjadi penyumbang terbesar terhadap limbah bahan berbahaya dan beracun B3 berupa Prabowo, Penasehat Senior Unit Manajemen Lingkungan Hidup United Nations Development Program UNDP menyampaikan menurut data di Indonesia limbah B3 berupa merkuri yang dihasilkan dan terlepas ke lingkungan dari industri skala kecil sebanyak 340 ton m3 per tahun.“Sekitar 60% [dari 340 ton m3] berasal dari sektor petambang emas. Dari 60% itu 60% terlepas ke udara, 20% ke air dan selebihnya ke dalam tanah,” kata Agus di Jakarta, Selasa 26/3/2019.Agus juga mengatakan bahwa Indonesia disebut sebagai negara nomor tiga yang melepaskan merkuri tersebut ke lingkungan. Agus melihat ada tantangan besar untuk menyelesaikan masalah ini. Di mana pemerintah dan para stakeholder terkait harus mau merayu’ para penambang emas untuk berhenti menggunakan merkuri dalam proses produksi merkuri merupakan bahan kimia yang sangat berbahaya baik bagi lingkungan maupun kesehatan dan kendala utama saat ini adalah fakta bahwa merkuri diperjual belikan secara umum. “Sekarang bagaimana caranya agar para petambang emas itu mau untuk menghilangkan mercury tetapi dengan pendekatan bisnis dan praktek yang sehat, kita harus mencari cara-cara yang elit, jadi sambil mereka [petambang emas] berubah [pola produksinya] dengan cara yang tetap menguntungkan mereka,” yang dikenal sebagai air raksa/quicksilver, adalah logam putih keperakan yang sangat beracun yang cair pada suhu ruangan dan mudah menguap. Menurut United Nations Environment Programme UNEP, begitu dilepaskan, merkuri dapat menjangkau jarak yang jauh dan bertahan di lingkungan serta bersirkulasi dengan udara, air, tanah dan organisme hidup. Paparan merkuri yang tinggi merupakan risiko serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor Bunga Citra Arum Nursyifani Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam limbahsampah, seperti limbah/sampah padat atau bukan yang berasal dari rumah tangga dan industri, yang dapat mencemari lingkungan. Hasil dari proses pengolahan limbah/sampah dapat dibuang atau menjadi input dalam proses produksi lainnya. g. KBLI (36) Pengelolaan Air Golongan pokok ini mencakup kegiatan pengumpulan, pengolahan dan ArticlePDF AvailableAbstractPengolahan emas menggunakan merkuri di Poboya menyebabkan timbulnya limbah yang dapat mengakibatkan masalah lingkungan di daerah sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi air asam tambang yang berasal dari limbah pengolahan emas. Metode yang digunakan yaitu dengan karakterisasi mineralogi dan geokimia. Hasil penelitian menunjukkan terdeteksi adanya mineral sulfida pada setiap sampel yaitu rambergit FeMnS dan violarit FeNi2S4, serta mineral sulfida sekunder yaitu melanterit dan retgersit Kehadiran mineral sulfida pada sampel berpengaruh terhadap pembentukan air asam tambang. Hasil Pengujian terhadap semua sampel terdeteksi unsur- unsur yang banyak terkandung dalam air asam tambang seperti seperti besi Fe sebesar sampai dengan ambang batas 20?g/g, mangan Mn sebesar 202,66?g/g sampai 372,92?g/g dengan ambang batas 0,15?g/g, dan seng Zn sebesar 4,98?g/g sampai 75,04?g/g dengan ambang batas 0,06?g/g, semua unsur tersebut telah melebihi ambang batas menurut Badan Standarisasi Nasional SNI, 2004. Hasil penelitian menunjukkan limbah pengolahan emas di lokasi penelitian berpotensi menimbulkan air asam tambang. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Geomine, Vol. 6, No. 2 Agustus 201849 ANALISIS KARAKTERISTIK LIMBAH PENGOLAHAN EMAS DAN POTENSI PEMICU AIR ASAM TAMBANG PADA PERTAMBANGAN RAKYAT KELURAHAN POBOYA KAB. DONGGALA, PROV. SULAWESI TENGAH Abdullah Kilian1*, Sri Widodo2, Nurliah Jafar1 Teknik Pertambangan, Universitas Muslim Indonesia Studi Teknik Pertambangan Universitas Hasanuddin Email abdullahkilian2 Pengolahan emas menggunakan merkuri di Poboya menyebabkan timbulnya limbah yang dapat mengakibatkan masalah lingkungan di daerah sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi air asam tambang yang berasal dari limbah pengolahan emas. Metode yang digunakan yaitu dengan karakterisasi mineralogi dan geokimia. Hasil penelitian menunjukkan terdeteksi adanya mineral sulfida pada setiap sampel yaitu rambergit FeMnS dan violarit FeNi2S4, serta mineral sulfida sekunder yaitu melanterit dan retgersit Kehadiran mineral sulfida pada sampel berpengaruh terhadap pembentukan air asam tambang. Hasil Pengujian terhadap semua sampel terdeteksi unsur-unsur yang banyak terkandung dalam air asam tambang seperti seperti besi Fe sebesar sampai dengan ambang batas 20µg/g, mangan Mn sebesar 202,66µg/g sampai 372,92µg/g dengan ambang batas 0,15µg/g, dan seng Zn sebesar 4,98µg/g sampai 75,04µg/g dengan ambang batas 0,06µg/g, semua unsur tersebut telah melebihi ambang batas menurut Badan Standarisasi Nasional SNI, 2004. Hasil penelitian menunjukkan limbah pengolahan emas di lokasi penelitian berpotensi menimbulkan air asam tambang. Kata kunci air asam tambang, emas, limbah, mineral sulfida. ABSTRACT The gold processing with mercury in Poboya causes waste that has the impact on the envimental problems in surrounding area. This study aimed to determine the potential of the mine acid drainage from gold processing waste. The method used is the characterization of mineralogy and geochemistry. The results showed that sulphide minerals were detected in each sample, sucha rembergite FeMnS, violarite FeNi2S4, and secondary sulphide minerals melanterite and retgersite The presence of sulphide minerals in the sample affected the formation acid mine drainage. The assay result of all samples showed the detection of the elements contained acid mine drainage such as iron Fe of to with a threshold of 20μg/g, manganese Mn of 202,66μg/g to 372,9μg/g with a threshold of 0,15μg/g, and zinc Zn of 4,98μg/g to 75,04μg/g with a threshold of all of these elements have exceeded the threshold according to the National Standardization Agency SNI, 2004. The results showed that the gold processing waste at the study site has the potential to generate the acid mine drainage. Keywords acid mine drainage, gold, tailing, sulphide mineral. Jurnal Geomine, Vol. 6, No. 2 Agustus 201850 PENDAHULUAN Saat ini kebutuhan logam dasar dan logam mulia di Indonesia semakin meningkat.. Pemanfaatannya yang semakin meningkat menuntut adanya eksploitasi akan sumberdaya mineral, khususnya logam mulia dan logam dasar Rosana dkk, 2011. Kelurahan Poboya merupakan salah satu lokasi penambangan emas tradisional yang beroperasi sejak tahun 2009 hingga sekarang. Merkuri digunakan untuk memisahkan emas dengan pasir, sehingga masyarakat Poboya dan sekitarnya berpotensi terkena dampak dari penggunaan merkuri. Badan Lingkungan Hidup Kota Palu, tahun 2011 jumlah penambang emas di tambang rakyat tersebut mencapai 5000 orang dan jumlah tromol berkisar unit, dimana setiap unit menggunakan merkuri 0,5 kilogram per hari dan 20% mercuri terserap oleh tanah dan berpotensi sebagai sumber pencemar baik udara, air dan tanah Albasar, 2015. Pengolahan emas menggunakan merkuri di Kelurahan Poboya Kabupaten Donggala Palu Provinsi Sulawesi Tengah menyebabkan timbulnya limbah yang dapat mengakibatkan masalah lingkungan di daerah sekitar, salah satunya yaitu timbulnya air asam tambang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mineral sulfida yang dapat memicu pembentukan air asam tambang dan unsur maupun senyawa yang terdapat pada air asam tambang. METODOLOGI Alat dan Bahan Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis mineralogi dengan menggunakan alat XRD-7000 Shimadzu dan analisis geokimia menggunakan XRF EDX-720 Shimadzu di Laboratorium Analisis dan Pengolahan Bahan Galian Universitas Hasanuddin dan alat AAS Atomic Absorption Spectrophotometer di Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Kota Makassar. Sampel diambil dari wilayah pertambangan rakyat di Kelurahan Poboya Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah yang merupakan limbah hasil pengolahan emas menggunakan sistem amalgamasi yang telah disimpan pada tempat penampungan limbah yang berbeda. Tahap Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan survei lapangan meliputi pengumpulan data dan informasi di daerah penambangan dan pengolahan emas. Pengambilan data geokimia dilakukan dengan pengambilan sampel dari beberapa lokasi dengan menggunakan GPS untuk mengetahui koordinat lokasi sampling. Proses pengambilan sampel tailingmenggunakan sekop untuk memasukkan sampel ke dalam kantong Analisis Data Pada tahap ini dilakukan untuk mengetahui mineral secara kuantitatif maupun kualitatif dan unsur serta senyawa yang berpotensi menimbulkan air asam tambang. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji XRD Pengujian XRD bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral sulfida yang terkandung di setiap sampel Setiabudi, 2012. Berikut ini hasil uji XRD pada sampel limbah pengolahan emas. Tabel 1. Kandungan mineral sampel menggunakan XRD. Jurnal Geomine, Vol. 6, No. 2 Agustus 201851 Gbr 1. Pola difraksi hasil uji XRD sampeln1. Gbr 2. Pola difraksi hasil uji XRD sampelk2. Hasil Uji XRF Pengujian XRF bertujuan untuk mengetahui jenis senyawa oksida dan unsur-unsur kimia yang terkandung di setiap sampel. Berikut ini hasil uji XRF pada sampel limbah pengolahan emas. Tabel 2. Hasil kuantitatif senyawa oksida uji XRF. Hasil Uji AAS Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur kimia dan kandungan logam berat yang memicu terbentuknya air asam tambang. Hasil pengujian ini kemudian langsung terbaca oleh komputer yang dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil pengujian unsur logam berat menggunakan AAS. Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian menggunakan alat XRD, XRF dan AAS menunjukan adanya perbedaan karakteristik pada setiap sampel. Karakteristik tersebut diuji melalui analisis minerologi dan geokimia sebagai berikut. Jurnal Geomine, Vol. 6, No. 2 Agustus 201852 Analisis Mineralogi Sampel Pada hasil uji XRD, diterangkan bahwa semua sampel uji didominasi oleh mineral kuarsa SiO2, hal ini disebabkan karena mineral kuarsa sebagai mineral yang paling sering dijumpai sebagai penyusun kerak bumi. Mineral kuarsa yang terdeteksi pada sampel 1 hasil uji XRD memiliki peak dengan sudut 2θ 26,78° dan intensitas 1000,0Å. Pada sampel 1 juga terdeteksi mineral melanterit dengan sudut 2θ 18,11° dan intensitas 24,5Å dan rambergit dengan sudut 2θ 25,77° dan intensitas 62,2Å seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Berdasarkan karakteristik mineralogi sampel 1 terdapat mineral yang dominan yaitu kuarsa, pada hasil pengujian XRD menunjukan mineral ini memiliki sistem kristal trigonal, unit cella=4,9140Å dan c=5,4060Å, serta densitas 2,648gr/cm3. Kehadiran kuarsa yang melimpah membuktikan bahwa batuan dasar dari sampel 1 berasal dari tipe endapan epitermal Maulana, 2017. Pada sampel 1 juga terdeteksi mineral sulfida yaitu rambergit, pada hasil uji XRD menunjukan mineral ini memiliki sistem kristal heksagonal, unit cell a=3,8920Å dan c=6,4450Å, serta densitas 3,266gr/cm3. Pada sampel 1 juga terdapat mineral sekunder hasil pelapukan mineral sulfida yaitu melanterit, pada hasil uji XRD melanterit memiliki sistem kristal monoklin dengan unit cell a=14,1000Å, b=6,5180Å dan c=10,8860Å, serta densitas 1,955gr/cm3. Mineral kuarsa yang terdeteksi pada sampel 2 hasil uji XRD memiliki peak dengan sudut 2θ 26,78° dan intensitas 1000,0Å. Pada sampel 2 juga terdeteksi mineral kalsit dengan sudut 2θ 29,64° dan intensitas 124,9Å, retgersit dengan sudut 2θ 20,95° dan intensitas 195,9Å, dan Violarit dengan sudut 2θ 31,44° dan intensitas 11,6Å seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 Berdasarkan karakteristik mineralogi sampel 2 pada gambar 2 yang merupakan limbah pengolahan yang relatif masih memperlihatkan kemiripan karakteristik dengan sampel 1, hal ini dapat terlihat dari keterdapatan kuarsa, mineral sulfida, dan mineral sekunder hasil pelapukan mineral sulfida, namun jenis mineral sulfida yang terdeteksi berbeda dengan sampel 1. Kuarsa yang terdeteksi pada sampel 2 memiliki sistem kristal trigonal, unit cell a=4,9124Å dan c=5,4039Å, serta densitas 2,649gr/cm3. Pada sampel 2 juga terdeteksi mineral sulfida yaitu violarit, pada hasil uji XRD menunjukan mineral ini memiliki sistem kristal isometrik dengan unit cell a=9,4621Å, serta densitas 4,735gr/cm3. Pada sampel 2 juga terdapat mineral sekunder hasil pelapukan mineral sulfida yaitu retgersit, pada hasil uji XRD mineral ini memiliki sistem kristal tetragonal dengan unit cella=6,7803Å dan c=18,2880Å, serta densitas 1,981gr/cm3. Pada sampel 2 juga terdapat mineral karbonat yaitu kalsit. Pada hasil pengujian XRD menunjukan kalsit memiliki sistem kristal trigonal, unit cella=4,9910Å dan c=17,0680Å, serta densitas 2,708gr/cm3. Analisis Geokimia Sampel Berdasarkan hasil uji geokimia sampel limbah pengolahan emas, pada pengujian XRF terhadap sampel 1 menghasilkan 21 unsur yang terdeteksi, dan sampel 2 terdeteksi 19 unsur tabel 2. Berdasarkan jumlah elemen yang terdeteksi pada hasil uji XRF sebagian besar elemen utama terdeteksi juga oleh pengujian XRD. Geokimia sampel penelitian ini diketahui melalui analisis XRF dan AAS, sampel pada daerah penelitian berasal dari dua jenis limbah yang berbeda akan menghasilkan karakteristik geokimia yang juga berbeda. Pengujian XRF berguna untuk mengetahui unsur dan mineral yang teroksidasi pada sampel. Pada kedua sampel terdeteksi SiO₂. hal ini terjadi karena kuarsa merupakan mineral paling banyak ditemukan pada kerak bumi. Terdeteksinya Al₂O₃ yang juga melimpah. Dari semua sampel uji juga terdapat senyawa Fe₂O₃ yang merupakan mineral hasil sisa oksidasi. Al₂O₃ dan Fe₂O₃ merupakan dua senyawa yang dapat menghasilkan logam didalam air asam tambang Sayoga, 2014. Beberapa unsur yang terdeteksi seperti arsen, mangan, tembaga dan besi akan berpengaruh terhadap perolehan emas bila dilindi dengan sianida Li, et Jurnal Geomine, Vol. 6, No. 2 Agustus 201853 al., 2010. Air asam tambang mengandung banyak unsur logam beracun berbahaya yang menyebar ke lingkungan sekitar dapat terjadi secara alami maupun sebagai akibat kegiatan pertambangan. Dispersi logam yang terjadi secara alami akan membentuk rona awal kandungan logam di daerah sekitar tubuh bijih yang tinggi, yaitu diatas rata-rata pada kerak bumi Wahyudi, et al., 2014. Kegiatan penambangan akan cenderung memicu proses pembentukan air asam tambang berlangsung menjadi lebih intensif. Pada semua sampel terdapat unsur Fe dan S yang apabila berikatan dapat membentuk mineral sulfida yang sangat reaktif membentuk asam seperti pirit. Air asam tambang mengandung banyak unsur logam beracun berbahaya yang menyebar ke lingkungan sekitar dapat terjadi secara alami maupun akibat kegiatan pertambangan. Kegiatan penambangan akan cenderung memicu proses pembentukan air asam tambang berlangsung menjadi lebih intensif. Pada tabel 4 dapat dilihat hasil pengujian geokimia dengan menggunakan metode AAS, semua sampel terdeteksi unsur logam berat yang sering ditemukan pada air asam tambang yang telah melewati batas berdasarkan nilai ambang batas logam berat pada sedimen atau tanah oleh Badan Standarisasi Nasional SNI tahun 2004. Tabel 4. Hasil pengujian logam berat yang pada umumnya terdapat pada air asam tambang. Nilai Ambang Batas ug/g KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa limbah pengolahan emas di lokasi penelitian berpotensi menimbulkan air asam tambang. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Analisis dan Pengolahan Bahan Galian Universitas Hasanuddin, Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Makassar dan Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Albasar, Daud Anwar dan Maria 2015. Pajanan Merkuri Hg Pada Masyarakat Di Kelurahan Poboya Kota Palsulawesi Tengah. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Li, Y. Jian, L. & Guan, W. 2010. Cyanidation Of Gold Clayore Containing Arsenic And Manganese. Issue, 2 17, 132-135. Maulana, A. 2017, Endapan Mineral. Yogyakarta Penerbit Ombak, Rosana, dkk. 2011. Mineralisasi Emas Epitermal Di Daerah Sako Merah Dan Manau, Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik, 13 2, 235-247. Sayoga, R. 2014. Air Asam Penerbit ITB. Setiabudi, A. Hardian, R. dan Mudzakir, A. 2012. Karakterisasi Material Prinsip dan Aplikasinya dalam Penelitian UPI Press. Wahyudi, T. Tahli, L. dan Autanto, A. 2014. Karakterisasi Mineralogi Fisika Kimia Limbah Pegolahan Emas. Bandung Tekmira. ... Saat ini kebutuhan logam dasar dan logam mulia di Indonesia semakin meningkat. Pemanfaatannya yang semakin meningkat menuntut adanya eksploitasi akan sumberdaya mineral, khususnya logam mulia dan logam dasar Kilian, Abdullah, 2018. Usaha pertambangan, oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan. ...The mining and processing of people's gold produces impacts on the surrounding environment. Some residents immediately dumped the waste gold processing results into the environment. It is necessary to analyze the actual condition of mercury pollution based on a map of the level of pollution vulnerability to determine the size of the level of difficulty and the ease of polluted substances to affect surface water quality. The purpose of this study is to analyze the actual condition of the level of vulnerability of surface water pollution around the study area. The method used in this study is a survey method and field mapping, sampling methods purposive sampling, laboratory analysis methods, mathematical methods, and descriptive evaluation methods. Calculation of the level of vulnerability of surface water is the PCSM Point Count System Model method with 3 parameters, namely land use, slope, and rainfall. Overlay is done between the level of pollution vulnerability map with the actual conditions of pollution in the field. The results showed the study area has a level of vulnerability to surface water pollution in the study area including the classification of quite vulnerable and very vulnerable. Based on the results of the study it can be concluded that the total score of 36-43 included in the vulnerability class is quite vulnerable. The total score of 43 - 50 is included in the very vulnerable vulnerability class. Actual mercury levels in the study area were known in a row AP1-AP6 samples were 0,00046 mg / L; < mg / L; < mg / L; < mg / L; 0,00039 mg / L and <0,00006 mg / L. These results indicate that surface water in the study area has not been contaminated with mercury because its value is brought to all quality ÂEdy NursantoAfroza PratiwiEddy WinarnoRiria Zendy MirahatiBased on petrographic data, XRD, and fluid inclusions, it was interpreted that the quartz veins associated with low sulfide in Karangsambung area underwent 2 stages of system change from mesothermal system to epithermal system. This means showing the mineral potential contained in material, including on the Luk Ulo River where alluvial deposits are present. Therefore, what needs to be done next is to determine the composition of the material of the alluvial material in the Luk Ulo River, Kebakalan Village using XRD, and AAS so that its potential is known. This research is limited to mineral potential in XRD and AAS Au, Ag, and Cu in 2 samples, A sand and B rock. XRD results on samples A and B showed that quartz SiO2 had the highest percentage 30-50% compared to other minerals. While the results of the AAS tests showed that the highest Au and Ag contents were in sample B and Cu in sample A with total of g/ton Au, g/ton Ag, and g/ton Cu. Meanwhile, the lowest total Au and Ag were in sample A and Cu was in sample B which amounted to Au g/ton, Ag g/ton, and Cu g/ton. Yuliang LiJian LiuWei-sheng GuanThe extraction process of gold and silver from the gold clay ore containing arsenic and manganese was investigated. With the conventional technique, the leaching rates of gold and silver are and respectively. To eliminate the negative effects of arsenic and manganese on cyanidation and increase the gold and silver leaching rates, a novel catalyst was added. The content of the catalyst used in the process was 8 g per 500 g org sample, the sample size was 60 μm and the pH value was kept between 10 and 11. Leaching with the catalyst for 3–5 h under certain conditions, the gold leaching rate increased to over 90% and the silver leaching rate increased to 80%–90%. The catalyst can effectively liberate gold and silver from the enclosure of arsenic and manganese and the industrial experiment has great significance to the development and utilization of the gold clay ore containing arsenic and manganese. Keywordsgold ore-cyanidation-catalyst-gold-silver-leaching rateMineralisasi Emas Epitermal Di Daerah Sako Merah Dan ManauM F RosanaDkkRosana, dkk. 2011. Mineralisasi Emas Epitermal Di Daerah Sako Merah Dan Manau, Jambi. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmuR SayogaSayoga, R. 2014. Air Asam Tambang. Bandung Penerbit Material Prinsip dan Aplikasinya dalam Penelitian KimiaA SetiabudiR HardianA MudzakirSetiabudi, A. Hardian, R. dan Mudzakir, A. 2012. Karakterisasi Material Prinsip dan Aplikasinya dalam Penelitian Kimia. Bandung UPI Mineralogi Fisika Kimia Limbah Pegolahan EmasT WahyudiL TahliA AutantoWahyudi, T. Tahli, L. dan Autanto, A. 2014. Karakterisasi Mineralogi Fisika Kimia Limbah Pegolahan Emas. Bandung Tekmira.